Mohon tunggu...
Udin 68
Udin 68 Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Menulis artikel dan cerita pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Second True Story

22 November 2023   00:00 Diperbarui: 22 November 2023   07:04 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sianak gembala. 

Menjadi anak gembala kambing banyak suka dan dukanya. Bila ternak kambing dikeluarkan dari kandang, semuanya berlarian berlomba saling mendahului cari rumput 🌳di padang hijau. 

Si Acok, bila menggiring kambingnya mencari makan di padang rumput, sering memperhatikan ulah anak-anak kambing yang masih bayi dan remaja, bila berlari melompat- lompat kegirangan, terkadang kaki belakang dan pantat ingin mendahului kepalanya. Lucu sekali, - si Gembala senang melihat hewan peliharaannya itu bermain- main. 

Sementara induk-induk kambing di dampingi pejantannya mencari rumput yang lebat, serta tumbuhan berdaun yang melilit di batang dan daun tumbuhan yang berkayu. 

Bila Matahari telah memancarkan sinarnya yang menyengat dan kambing-kambing itu sudah kenyang, maka mereka mencari tempat berteduh. Mereka beristirahat merebahkan lambungnya ke tanah sambil mengunya ulang makanan yang telah disimpan di lambung. 

Si Acok pun beristirahat di bawah pohon menjaga kambingnya sambil bersiul- siul dengan nada lagu" Sorak - Sorak Bergembira", lagu kesayangannya yang sering ia nyanyikan bersama teman seusianya yang duduk di bangku SD. Ia berharap kaming-kambing itu tetap beristirahat hingga matahari tergelincir

Pada jeda waktu beristirahat siang itu, Si gembala membuka bungkusan makan spesialnya. Bungkusan khas dari Bunda, yaitu nasi hangat dibungkus daun pisang yang hijau, lauknya-gorengan ikan teri kering, dengan lalapan(cobe'-cobe') kemiri bakar yang ditumbuk halus. Wah... ennak!, baunya menggoda untuk segera disantap siang. Tanpa sayur pun dan lauk yang mahal, sudah oke. Si Acok sudah senang dan bersyukur,bahagia atas nikmat yang dirasakannya. 

Tak lama kemudian setelah matahari condong ke barat, awan tiba-tiba menebal hitam, gemuru dari langit menggema, dan seketika itu buliran air yang tebal jatuh satu-satu. Bulir itu bertambah banyak, dan sesekali berhenti. 

Si Acok berharap, ada angin datang menghalau awan hitam ke barat agar buliran air hujan satu-satu itu segera berhenti di tempat gembalaannya. Dia ingin agar kambing-kambing yang ia gembala tetap merumput sepuas-puasnya agar dapat tenang di malam nanti, tidak lagi mengembek kelaparan sebelum pagi. 

Tapi rupanya awan semakin menggumpal tebal, tiupan angin tidak dapat menunda hujan lebat. Kambing-kambing  Si Acok berlari pulang. Si Acok melompat segera menggapai ujung tali kambing pejantan agar tidak pulang, biar kawanan kambing lainnya juga bertahan menunggu hujan berhenti. 

Apa mau dikata, Si Acok malah terpelintir jatuh tersungkur dan terseret ke tanah, karena kuatnya tarikan kambing pejantan yang sedang berlari mengikuti kawannya.

 Beberapa kancing baju Si Acok terlepas, dadanya merah seperti mau keluar darah. Dia merasakan perih, karena kulit dadanya terkelupas dan terkena air hujan. 

Si Gembala ikut pulang dengan berlari-lari kecil dalam guyuran hujan deras mengikuti jejak-jejak kaki kambingnya. Dia merasa sebel pada kambing jantan yang membuatnya jatuh terseret dan kancing bajunya hilang sebagian. 

Jauh sebelum Acok sampai, kawanan kambingnya sudah menunggu di bawah kolong rumah. Mata mereka pada melotot ke arah utara, tempatnya merumput, mencari bayangan tuan Gembala yang sedang berlari di bawah guyuran hujan lebat. Mungkin mereka merasa kasihan, karena tuannya tertinggal jauh di belakang. 

Begitu Si Acok sampai di kolong rumahnya, kambing jantan yang membuatnya jatuh terseret, mengembhek pada tuanya, 

- mbhe- he- he-, 

seketika itu Acok membentaknya

" Hah... sudah, jangan mengembhek pada  saya". 

Rupanya Acok menaruh kekesalan pada kambingnya itu. 

Kambing itu membalas dengan suara merendah, 

Mhe-mhe-mhe-, seakan memohon maaf kepada tuan Gembala. 

Seperti biasanya setiap petang Si Acok memberikan kepada semua kambingnya garam. Petang itu semua kambingnya pada mendekat, maka segera mengambil garam di gantungan tempat garam, di bawah kolong rumah untuk diberikan kepada semua kambingnya. 

Pada telapak tangan Acok, kambing-kambing itu menjilati garam yang disuguhkan, termasuk kambing pejantan yang tadi membuatnya kesal. Kemudian mengelus kepala dan punggung kambing pejantan itu, pertanda Si Acok sudah berdamai dan tidak lagi kesal. 

Si Acok sayang kepada semua kambingnya. Bila malam hari, dibakar sabut kelapa dan kayu di dekat kandang kambing itu, agar nyamuk menghindar supaya semua tertidur lelap hingga tampak fajar esok hari. 

Bone, 21-11-2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun