Beberapa kancing baju Si Acok terlepas, dadanya merah seperti mau keluar darah. Dia merasakan perih, karena kulit dadanya terkelupas dan terkena air hujan.Â
Si Gembala ikut pulang dengan berlari-lari kecil dalam guyuran hujan deras mengikuti jejak-jejak kaki kambingnya. Dia merasa sebel pada kambing jantan yang membuatnya jatuh terseret dan kancing bajunya hilang sebagian.Â
Jauh sebelum Acok sampai, kawanan kambingnya sudah menunggu di bawah kolong rumah. Mata mereka pada melotot ke arah utara, tempatnya merumput, mencari bayangan tuan Gembala yang sedang berlari di bawah guyuran hujan lebat. Mungkin mereka merasa kasihan, karena tuannya tertinggal jauh di belakang.Â
Begitu Si Acok sampai di kolong rumahnya, kambing jantan yang membuatnya jatuh terseret, mengembhek pada tuanya,Â
- mbhe- he- he-,Â
seketika itu Acok membentaknya
" Hah... sudah, jangan mengembhek pada  saya".Â
Rupanya Acok menaruh kekesalan pada kambingnya itu.Â
Kambing itu membalas dengan suara merendah,Â
Mhe-mhe-mhe-, seakan memohon maaf kepada tuan Gembala.Â
Seperti biasanya setiap petang Si Acok memberikan kepada semua kambingnya garam. Petang itu semua kambingnya pada mendekat, maka segera mengambil garam di gantungan tempat garam, di bawah kolong rumah untuk diberikan kepada semua kambingnya.Â