Sehingga menjadi gejala sosial, membuat identitas tersendiri baik golongan Borjuis dan proletar, atau kami suku Sunda bukan suku Jawa dan ras kami yang paling hebat.
Akhirnya hal ini menjadi, senjata menjadi politik identitas, yang sering kita hadapi terkait politik identitas di negara ini, terkait identitas Agama, Seperti saya selalu mengutamakan kepentingan  salah satu agama. Yang notabenenya menjadi negatif.
Padahal melihat filosofi dasar dalam bernegara yaitu Pancasila sebagai acuan dalam bernegara, bahwa kita memang berbeda namun kita tetap bisa bersama, bukan Pancasila milik Islam, atau Pancasila milik agama A atau B.
Walaupun dalam pembukaan UUD ada kalimat berkat bahwa berkata Rahmat Allah. Bukan berarti bahwa Indonesia milik pemeluk agama A atau B. Karena kita satu kita Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H