Mohon tunggu...
Uchan dug
Uchan dug Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Pascasarjana UIN Banten

langkah awal untuk bisa berkarya dalam tulisan, mungkin ini akan menjadi wadah tentang tugas kampus saya dan cerita kehidupan saya, dan interpretasi terhadap lingkungan sekitar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Toleransi Identitas Masyarakat Indonesia

30 Mei 2022   17:42 Diperbarui: 30 Mei 2022   17:43 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia, Sebagai bentuk negara yang terdiri dari kemajemukan, baik dari segi, Suku, ras dan agama maupun bahasa. Karena terdiri dari berbagai pulau-pulau, yang memiliki historis kedaerahan yang berbeda-beda.

Dalam kemajemukan masyarakat Indonesia, bisa terikat oleh satu tujuan yaitu kemerdekaan, dengan bingkai bhinneka tunggal Ika, berbeda-beda tapi tetap satu tujuan.

Sebanarnya Identitas kita itu adalah saling menghargai perbedaan, semakin banyak perbedaan dan keragaman budaya menjadi kekuatan besar, bukan menjadi penghalang kemajuan bangsa.

Negara Inklusif

Indonesia menjadi negara yang Inklusif, sejak dulu, kita selalu terbuka dan ramah atas banyak perbedaan kondisi. Menjadi kekuatan besar dalam membangun peradaban.

Karena tagglen besar dari Inklusif adalah keterbukaan, atau belajar hidup bersama, sedangkan Indonesia sudah menjalani perbedaan dan kemajemukan sejak dulu. Baik beda bahasa, suku, ras dan Agama.

Jadi jika kita khawatir dengan Identitas, itu sudah tidak jadi masalah, namun kenapa masih banyak kesenjangan dan tingkat kemiskinan di negara yang Inklusif ini?.

Sebenarnya saya pun tak berkompeten, untuk menjawab itu semua secara komprehensif. Namun jika melihat kesenjangan yang sudah merambah dan mengakar dalam kehidupan sosial masyarakat.

Karena Identitas sebagai Border maintenance-nya, sudah terkikis dari setiap pribadi, akibat kenikmatan dunia, effek dari pasar Gelobal dan arus informasi semakin cepat.

Membuat sikap apatis dan pragmatis, sehingga tidak peduli, dengan kondisi sosial masyarakat, sehingga mendorong kita kepada dunia competitive, yang akhirnya terus ingin memenangkan.

Sehingga menjadi gejala sosial, membuat identitas tersendiri baik golongan Borjuis dan proletar, atau kami suku Sunda bukan suku Jawa dan ras kami yang paling hebat.

Akhirnya hal ini menjadi, senjata menjadi politik identitas, yang sering kita hadapi terkait politik identitas di negara ini, terkait identitas Agama, Seperti saya selalu mengutamakan kepentingan  salah satu agama. Yang notabenenya menjadi negatif.

Padahal melihat filosofi dasar dalam bernegara yaitu Pancasila sebagai acuan dalam bernegara, bahwa kita memang berbeda namun kita tetap bisa bersama, bukan Pancasila milik Islam, atau Pancasila milik agama A atau B.

Walaupun dalam pembukaan UUD ada kalimat berkat bahwa berkata Rahmat Allah. Bukan berarti bahwa Indonesia milik pemeluk agama A atau B. Karena kita satu kita Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun