Mohon tunggu...
Hanantyo Wahyu Saputro
Hanantyo Wahyu Saputro Mohon Tunggu... Guru - Rakyat Biasa

Guru di SMK Bina Taruna Masaran Sragen

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Shadow Economy: Sebuah Prevalensi

28 Mei 2020   09:22 Diperbarui: 28 Mei 2020   09:24 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Produk-produk yang ditiru itu seringkali saya lihat adalah sepatu, tas, dan pakaian. Produk KW kemungkinan besar tidak terdaftar secara resmi, karena akan berurusan dengan hukum. 

Selain produk-produk tiruan, juga ada beberapa produk yang memang tidak berijin, seperti contoh produk rokok yang tidak bercukai, yang sering saya jumpai pada kisaran tahun 2007, meskipun katanya masih ada, tapi saya sejak tahun 2007 belum pernah melihat sendiri ada produk rokok yang tidak bercukai, kecuali memang ada yang menjual tembakau eceran, yang dibungkus dengan kertas sigaret yang berijin. 

Belum lagi peredaran NAPZA dengan omzet yang diperkirakan mencapai triliunan Rupiah setiap tahun, dan tentu saja tidak membayar pajak. 

Bahkan di Amerika Serikat bisnis menjual ganja dilegalkan di beberapa negara bagian, yang tentu saja dengan alasan medis, dan pengkonsumsiannya yang juga diawasi dengan ketat, dengan salah satu contoh pengusaha ganja terkenal saat ini adalah mantan juara dunia sejati tinju kelas berat, Mike Tyson dengan Tyson Ranch-nya.

Dari penjelasan saya di atas dapat saya simpulkan bagaimana Shadow Economy dapat merugikan perekonomian negara secara makro, dimana pemasukan negara akan banyak berkurang karena masih banyaknya sektor ekonomi yang masih undetected, dan tentu saja tidak membayar pajak. 

Apabila masih ada yang beranggapan bahwa pajak itu adalah paksaan, maka saya mengatakan orang yang mengatakan hal tersebut adalah orang yang tamak. 

Bagaimana pajak itu digunakan juga untuk dana cadangan negara, seperti contoh ketika negara dalam kondisi terjepit secara ekonomi seperti pada saat terjadi bencana alam seperti pada saat Tsunami Aceh 2004, dan pada saat pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, maka dana cadangan tersebut dapat digunakan untuk memberikan logistik dan stimulus ekonomi kepada warga negara yang terdampak. 

Apabila negara tidak memiliki kas yang cukup karena pemasukan pajak yang rendah, maka negara akan berhutang, dan berhutang tentu saja membayar, yang tentu saja juga akan semakin membebani keuangan negara, dan apabila negara defisit, maka akan terjadi lingkaran setan ekonomi, yaitu kemiskinan.

Sebagai warga negara yang baik sudah seharusnya juga membayar pajak dengan tertib, karena pajak yang dibayarkan juga untuk kepentingan negara, jangan lagi beranggapan pajak hanya untuk dikorupsi, seperti kasus Gayus Tambunan. Pajak dialokasikan sebagaimana mestinya, apabila ada terjadi korupsi, itu hanya oknum saja, dan tidak dapat digeneralisasikan. 

Dan apabila terjadi korupsi, negara juga mempunyai lembaga yang menangani kasus tersebut, dan kita sebagai warga negara sebaiknya berprasangka baik terhadap setiap lembaga yang ada di negara ini, dan tentu saja dengan tetap mengawasi, dan melaporkan bila memang ada penyelewengan terhadap kewenangan, diantaranya penyalahgunaan uang negara.

Jangan sampai Shadow Economy menjadi prevalensi, hanya karena memikirkan "kantong" sendiri, sedangkan banyak warga negara lain yang mebutuhkan dana yang diantaranya didapatkan dari sektor pajak. Demikian dari saya, semoga artikel saya bermanfaat, ingat untuk tetap jaga kesehatn, taati peraturan Pemerintah selama pandemi Covid-19, dan tetap semangat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun