Mohon tunggu...
Tyna Pane (Michelle)
Tyna Pane (Michelle) Mohon Tunggu... Novelis - Traveler, Writer, Fighter, Cooker

Ibu dari dua anak lelaki, asal Medan Sumatera Utara. Dalam dunia literasi saya menulis novel digital. Menulis cerita anak dan ensiklopedia anak. Bergabung dalam menulis buku antologi. Sebagai care giver untuk perempuan-perempuan patah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Matahari Terbenam dengan May

8 Februari 2022   15:00 Diperbarui: 8 Februari 2022   15:32 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Aku masih ingat saat waktu kecil Ibuku mengurungku bersama Alfatih di dalam kamar sampai kami ketakutan. Kami menahan lapar, aku begitu takut dan Alfatih tidak berhenti menangis. Kalau saja Ibuku itu adalah Ibu yang baik, dia tidak akan melakukan itu padaku. Ayah bekerja saat itu, orang ramai berdatangan ke rumah. Entah apa salahnya kami sehingga kami dikurung semalaman. Andai saja terjadi kebakaran atau kebanjiran mungkin Aku dan Alfatih tidak lagi ada di Dunia ini. Seharusnya memang lebih bagus terjadi sesuatu saat malam itu."

Elena masih mendengarkan tanpa memberi komentar apapun. Memang yang dilakukan Andini sangat tidak mudah untuk dipercaya. Bagaimana mungkin seorang Ibu tega melakukan itu untuk anaknya. Sementara Elena sendiri berjuang dengan sangat tidak normal untuk menghidupi kedua putranya. Elena menghela napas panjang lalu bibirnya melengkung seperti bulan sabit, sebuah senyum penuh arti.

"Kak May... Berusahalah menjadi orang yang sabar dalam derita dan sabar dalam bahagia. Semua garis jalan kehidupan yang telah kita lalui hendaklah kita berserah diri kepada Allah sang pemilik kehidupan setiap umat. Kita panjatkan doa-doa indah dalam setiap sujud kita. Kita gantungkan puncak harapan hanya kepada sang Ilahi. Kita harus yakin dan terus bertawakal kepada Allah."

"Bagaimana aku bisa menerimanya, Tan? Aku tidaklah menjadi prioritasnya. Aku tidak ingin mendengar namanya lagi di-kehidupan mana pun."

"Kak, Allah telah menetapkan kehendaknya. Kita harus percaya dengan segala yang terjadi adalah yang terbaik menurut Allah. Kelahiran, kematian, langkah, pertemuan, jodoh dan maut memang sudah ada ketetapannya. Kamu pernah mendengar 'Dan tidak ada suatu binatang melata pun di Bumi. Melainkan atas Allah-lah rejekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiamnya dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab  yang nyata, lauh al-Mahfuz (Qs.Hud:6)."

Cinta bukan saja tentang rasa ingin memiliki. Tapi juga memastikan orang yang dicintai mendapatkan apa yang selayaknya.

Perjuangan mendekati ujung, sepertinya. Setelah Almayra menikah, tunai sudah semua tanggung jawab. 

"Aku akan tetap mencintainya dengan cara berbeda, karena membawanya adalah hal yang tidak mungkin. Bukan karena takut rejeki tapi, akulah masalahnya. Ia tidak boleh susah bersamaku nanti. Ini adalah jalan hidup yang harus aku telan sendiri," ucap Elena dalam hati.

Maka, berharap Almayra ke tangan yang tepat itu adalah sebuah keputusan terbaik. Yaitu Ibunya kembali bersama Ayahnya atau Almayra bersama Alfatih kembali bersama Ibunya. Elena menyusut bening di sudut mata dan menghela napas panjang. 

"Ikhlas memang berat. Tapi, aku lega, usiaku semakin bertambah dengan bertambahnya senja disetiap harinya," ucap Elena sambil memegang pelipisnya.

**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun