Oleh: Tyas Tsani
   "Assalamualaikum ustadz" terdengar setelah ketukan pintu untuk kedua kali,
hari itu semua santri sedang bersiap-siap menuju kelas. Aku membuka pintu dan telah berdiri tegap rapi dengan dasi dan kopiyah yang menempel agak miring.
"waalaikumsalam, eh Umar. Ada apa?". Umar Aziz, santri sekaligus anggota kelasku yang aku amanahkan sebagai ketua kelas.
"untuk uang kas sudah terkumpul, kira-kira ada dua ratus ribu rupiah" jawabnya dengan logat melayunya yang kuping ini tidak asing mendengarnya, dan sambil memberikan dua lembaran uang bergambarkan Presiden pertama Indonesia. Ir Soekarno.
"nanti mau saya belikan apa ini dek umar?" aku mencoba mengikuti logatnya. "perpisahan harusnya mewah ustadz, dan kalo bisa antum tambah" sambil merendahkan intonasi dan tersenyum, aku akan merindukan kalian sebagai wali kelas. Gumamku menahan kaca-kaca airmata.
     Ini adalah bulan-bulan terakhirku mengabdi pada almamaterku. Pondok Pesantren Ar Raihan. Tempat aku merubah semua yang harus berubah. empat tahunku aku habiskan di tempat ini dan menutupnya dengan pengabdianku sebagai guru untuk mencetak masa depan diriku selanjutnya meskipun hanya satu tahun tapi sangat membekas sekali, dan sesekali bergumam "aku cinta tempat ini"
Melihat Umar yang telah pergi dari kediamanku terlintas ingatan dahulu ketika aku seperti Umar dengan apa adanya diriku. Ah sudahlah, nasi tidak akan menjadi beras kembali.
Aku hanya ingin menutup masa-masa indah ini berkumpul dengan mereka sambil bersenda gurau dengan rupiah yang mereka kumpulkan, aku paham dengan kata-kata Umar barusan. Aku akan menambahkannya untuk terakhir kali aku menginjak kaki.
Tuntutan untuk mencari ilmu semakin memuncak. Kuliah adalah suatu momok besar bagi generasi kepala dua, mencari ilmu sampai liang lahat memang kewajiban. Dan di sisi lain aku harus mengembangkan potensi diri dan bersosialisasi dengan keadaan di luar sana. Dan insya allah setelah pengabdianku aku akan menuju jenjang sebagai mahasiswa.
                                        ***