MEWUJUDKAN SEKOLAH INKLUSI MERUJUK PADA PENDIDIKAN UNTUK SEMUA
Pendidikan yang berkualitas pada dasarnya adalah milik semua orang, tanpa melihat kaya atau miskin, tua atau muda, bahkan orang yang normal dengan orang berkebutuhan khusus. Sehingga pendidikan dapat dinikmati oleh semua orang tanpa terkecuali. Selama beberapa tahun kita telah mengamati bahwa anak-anak dan remaja  berhenti  sekolah  pada  jumlah  yang  sangat  memprihatinkan. Kemiskinan merupakan sebuah alasan untuk fenomena ini. Berhenti sekolah  bukan  hanya  berhenti,  tetapi  mereka  juga diberhentikan  karena  mereka  tidak  berpenampilan  sesuai  dengan  yang kita  inginkan,  mereka  tidak  seharum  yang  kita  inginkan,  mereka  tidak berpakaian  seperti  yang  kita  inginkan,  mereka  tidak mempunyai  latar belakang sosial dan budaya  yang baik, atau mereka tidak melihat, atau mereka  tidak  mendengar,  atau  mereka  tidak  berpikir  dengan  baik. Dengan atmosfir pendidikan yang tidak kondusif inilah maka perlu ada suatu alternatif pendidikan yang dapat mengakomodir setiap kebutuhan anak termasuk anak-anak yang berkebutuhan khusus.
Selama ini, anak -- anak yang berkebutuhan khusus sering cenderung terisolasi dari teman -- teman sebayanya, mereka dipandang tidak seharusnya disetarakan dengan anak -- anak normal pada umumnya. Yang terjadi saat ini, anak -- anak berkebutuhan khusus harus belajar pada sekolah khusus dan tidak semestinya bersekolah pada sekolah umum. Kondisi seperti ini memunculkan suatu gagasan untuk menghapus adanya diskriminasi pada anak -- anak berkebutuhan khusus. Education For All (EFA) merupakan salah satu strategi dalam mewujudkan pendidikan untuk semua, tanpa ada diskriminasi. Pendidikan untuk semua (Education For All) didasarkan atas deklarasi universal, tentang Konvensi Hak Asasi Manusia tahun 1948. Konvensi tersebut menyatakan bahwa pendidikan dasar wajib setiap anak. Dalam hal ini negara harus menyediakan layanan cukup bagi anak. Ketika orang tua atau orang lain yang diberi tanggung jawab namun tidak dapat melaksanakannya. Misalnya anak yang berada di daerah konflik,bencana alam, anak jalanan, anak cacat, dan anak -- anak korban narkoba.
Salah satu perwujudan dari pendidikan untuk semua (Education For All) diantaranya penyelenggaraaan pendidikan inklusi. Pendidikan inklusif tidak hanya berarti pengintegrasian anak dan remaja yang menyandang kecacatan fisik,sensori atau intelektual ke dalam sekolah reguler, atau hanya akses pendidikan bagi anak yang terkucilkan. Inklusi merupakan sebuah proses dua arah untuk meningkatkan partisipasi dalam belajar dan mengidentifikasi serta mengurangi atau menghilangkan hambatan untuk belajar dan berpartisipasi. Strategi inklusi harus berfokus pada interaksi antara anak dan lingkungannya. Pada prinsipnya dalam inklusi, setiap orang berbagi visi yang sama tentang bagaimana anak harus belajar, bekerja dan bermain bersama. Setiap orang harus yakin, bahwa pendidikan hendaknya inklusif, adil dan tidak diskriminatif.
Pendidikan inklusi berarti sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual. Sosial-emosional, linguistik atau kondisi lainnya. Ini harus mencakup anak -- anak penyandang cacat dan berbakat. Anak -- anak jalanan dan pekerja, anak berasal dari populasi terpencil atau yang berpindah -- pindah. Anak dari kelompok etnis minoritas, linguistik atau budaya dan anak -- anak dari area atau kelompok yang kurang beruntung atau termarjinalisasi. Melalui pendidikan inklusi, anak berkelainan dididik bersama-sama anak -- anak lainnya yang normal, untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki (Freiberg, 1995). Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa dalam masyarakat terdapat anak -- anak normal dan anak -- anak berkelainan, termasuk anak cacat yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sebagai suatu komunitas manusia dan sebagai makhluk sosial.
Pengertian inklusif dan Ramah Terhadap pembelajaran menurut adaptasi LIRP versi Indonesia (UNESCO:2004), inklusif : Selama ini istilah inklusif diartikan dengan mengikutsertakan anak berkelainan di kelas reguler, bersama dengan anak -- anak lainnya, itu dalam arti sempit. Memang inklusif mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus. Seperti anak dengan gangguan penglihatan, atau pendengaran, yang mengalami gangguan motorik, atau lambat belajar. Pengertian secara luar inklusif berarti melibatkan seluruh anak tanpa kecuali seperti : Anak yang menggunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa pengantar yang digunakan di dalam kelas, Anak yang beresiko putus sekolah karena sakit, kelaparan atau tidak berprestai dengan baik, Anak yang berasal dari golongan agama atau kasta yang berbeda, Anak yang sedang hamil, Anak yang terinfeksi HIV/ AIDS, dan Anak yang berusia sekolah tetapi tidak sekolah.
Landasan Pendidikan Inklusi : Landasan Religius, Pendidikan inklusif telah diakui dan diterima kalamgan agama Islam. Dalam konsepsi Islam, sebenarnya telah diamanatkan bahwa kita tidak boleh membeda-bedakan perlakuan terhadap mereka yang cacat, hal ini dapat kita simak dalam Al Quran, Surat An Nur (Cahaya) : ayat 61 : "Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama -- sama mereka) di rumah ibu -- ibumu, di rumah saudara- saudaramu ...".Â
Landasan Filosofis, Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan lambang negara Burung Garuda yang berarti "Bhineka Tunggal Ika". Keragaman dalam etnik, dialek, adat istiadat, keyakinan, tradisi, dan berbudaya merupakan kekayaan bangsa yang tetap menjunjung tinggi persatuan kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pandangan universal Hal Azasi manusia, menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk hidup layak, hak pendidikan, hak kesehatan, hak pekerjaan. Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang didasari semangat terbuka untuk merangkul semua kalangan dalam pendidikan. Pendidikan inklusi merupakan implementasi pendidikan yang berwawasan multikultural yang dapat membantu peserta didik mengerti, menerima, serta menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya nilai, kepribadian, dan keberfungsian fisik maupun psikologis.Â
Landasan Yuridis : UUD 1945 (amandemen) pasal 31, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Permendiknas Nomor 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa, Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380/C.C6/MN/2003 20 Januari 2003:"Setiap kabupaten/kota diwajibkan menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan inklusif di sekurang -- kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari : SD, SMP, SMA, SMK, Deklarasi Bandung : Indonesia Menuju Pendidikan Inklusif" tanggal 8 -- 14 Agustus 2014, Salamanca Statement and Framework for Action on Special Need Education (1994).Â
Landasan Pedagogis, Pada pasal 3 Undang -- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis dan bertanggungjawab. Jadi, melalui pendidikan, peserta didik berlainan dibentuk menjadi warganegara yang demokratis dan bertanggungjawab, yaitu individu yang mampu menghargai perbedaan dan berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal mereka diisolasikan dari teman sebayanya di sekolah -- sekolah khusus. Betapapun kecilnya mereka harus diberi kesempatan bersama teman sebayanya.Â
Landasan Empiris, Penelitian tentang inklusi telah banyak dilakukan di negara -- negara barat sejak tahun 1980-an, namun penelitian yang berskala besar dipelopori oleh the National  Academy of Sciences (Amerika Serikat). Hasilnya menunjukkan bahwa klarifikasi dan penempatan anak berkelainan di sekolah, kelas atau tempat khusus tidak efektif dan diskriminatif.
Ruang lingkup dalam implementasi inklusi melibatkan berbagai komponen yang satu sama lain saling mempengaruhi, ada enam aspek yang mendukung implementasi inklusi : Befring, Edward (2001 : 215). Landasan hukum dan kebijakan, Ideologi suatu negara direfleksikan melalui kebijakan, oleh karena itu satu payung hukum untuk semua adalah dasar  pelaksanaan inklusi. Pembentukan sikap. Sikap, pengalaman, pengetahuan merupakan suatu konsep yang saling mempengaruhi dan mendukung. Sikap berkembang dipengaruhi oleh pengalaman, pengalaman itu sendiri akan mempengaruhi pengetahuan yang selanjutnya akan membentuk sikap. Kurikulum, Sekolah menyelenggarakan pendidikan inklusi menggunakan kurikulum yang berbasis pada pengembangan potensi peserta didik, yaitu Kurikulum Tingkap Satuan Pendidikan (KTSP) yang disesuaikan dengan kondisi, potensi dan kebutuhan khusus peserta didik, agar potensi semua peserta didik dapat berkembang secara optimal. Perubahan dalam pendidikan, Re-orientasi di lapangan mendukung pelaksanaan pendidikan inklusi. Dalam hal ini perubahan harus diperkenalkan dalam bidang pendidikan guru, dan dalam penelitian. Kerjasama lintas sektoral. Didasarkan atas kepentingan pendidikan inklusif. Maka kerjasama lintas sektoral pada berbagai level mempunyai peranan penting dan strategis. Saat ini penyelenggaraan pendidikan inklusif berada dibawah naungan departemen/ dinas pendidikan. Kerjasama lintas sektoral ini dasarnya tidak menghambat adanya bantuan atau dukungan dari departemen lain. Adaptasi lingkungan, Dalam menciptakan lingkungan inklusif, ramah terhadap pembelajaran perlu penyesuaian atau adaptasi lingkungan, hal ini akan meningkatkan dorongan belajar. Disamping itu bidang pendidikan khusus mempunyai bidang -- bidang orientasi mobilitas, keselamatan, dan kemandirian yang tergantung pada lingkungan yang disesuaikan tetapi fungsional.
Pendidikan Untuk Semua atau Education For All ( EFA ) Menurut Renstra Depdiknas (2010-2014) mengungkapkan bahwa Paradigma Education For All (Pendidikan Untuk Semua) merupakan upaya pemenuhan akan kebutuhan pendidikan sebagai hak asasi manusia minimal pada tingkat pendidikan dasar. Pemenuhan atas hak untuk mendapatkan pendidikan dasar yang bermutu merupakan ukuran keadilan dan pemerataan atas hasil pembangunan dan sekaligus menjadi investasi sumber daya manusia yang diperlukan untuk mendukung pembangunan bangsa. Gagasan EFA muncul pada tahun 1990 pada Konfrensi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua.Â
EFA (Education For All) bertujuan untuk memenuhi hak pendidikan dasar setiap anak, remaja maupun dewasa. Dalam Penyelenggaraan Education For All,  hendaknya pendidikan yang diberikan harus fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan orang yang mempelajarinya. Tujuan Pendidikan Untuk Semua adalah agar anak-anak,  remaja, dan dewasa harus mendapatkan kesempatan pendidikan yang disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan dasar  pendidikan mereka. Deklarasi Dunia Pendidikan Untuk Semua kemudian menentukan sebuah petunjuk baru dalam pendidikan. Salah satu bunyi deklarasi Pendidikan Untuk Semua adalah menghilangkan kekakuan, memberikan pedoman tentang sistem pendidikan dan memberikan pendidikan secara fleksibel.
Sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi peserta didik memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi  lingkungan yang berbeda  satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/ mutu pendidikan. Artinya sekolah reguler harus melakukan penyesuaian.
Ketidaksiapan sekolah melakukan penyesuaian pada dasarnya menyangkut pada ketersediaan sumber daya manusia yang belum memadai. Disamping pemberdayaan guru umum, juga keterbatasan guru pembimbing khusus (GPK) yang memberikan program pendampingan pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus, serta keterbatasan aksesibilitas bagi anak berkebutuhan khusus dan rendahnya dukungan warga sekolah dan masyarakat terhadap pendidikan mereka.
Pendidikan inklusif tidaklah sekedar menempatkan peserta didik berkelainan secara fisik dalam kelas/ sekolah reguler dan bukan pula sekedar mamasukkan anak berkebutuhan khusus sebanyak ,ungkin dalam lingkungan belajar peserta didik normal. Lebih dari itu, pendidikan inklusif juga berkaitan dengan cara guru dan teman kelas yang normal menyambut semua peserta didik dalam kelas dan secara langsung mengenali nilai -- nilai keanekaragaman peserta didik.
Berbagai tantangan saat ini masih kita hadapi dalam implementasi dan pengembangan pendidikan inklusif. Adapun faktor kendala yang perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan pendidikan inklusi seperti dikemukakan Skjorten    ( 2003:58). Adalah sebagai berikut : Provokasi dan sosialisasi, Struktur organisasi meliputi fungsi dan peran pelaksana, Tenaga kependidikan yang profesional, Pedoman guru dalam mengelola kelasnya, Peningkatan mutu pendidikan, Sarana dan prasarana, Kegiatan Belajar Mengajar  yang efektif dan efisien, Fleksibilitas Kurikulum, Identifikasi dan asesmen, Kerjasama kemitraan.
Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan inklusif, guru di sekolah reguler perlu dibekali berbagai pengetahuan tentang anak berkebutuhan khusus. Â Diantaranya mengetahui siapa dan bagaimana anak berkebutuhan khusus serta karakteristiknya. Dengan pengetahuan tersebut diharapkan guru mampu melakukan indentifikasi, peserta didik di sekolah, maupun di masyarakat sekitar sekolah.
Sebagai bagian dari steakholder pendidikan, peran yang dapat dilakukan oleh seorang guru dalam mewujudkan sekolah inklusi, terutama pada penanganan anak berkebutuhan khusus antara lain : Layanan prevensi, Layanan prevensi adalah layanan yang dilakukan untuk mencegah agar hambatan belajar dan hamnbatan perkembangan yang dialami seorang anak tidak berdampak lebih jauh kepada aspek -- aspek perkembangan lainnya. Layanan prevensi ini sedapat mungkin untuk mengurangi hambatan belajar dan hambatan perkembangan, bahkan jika memungkinkan dilakukan untuk menghilangkan hambatan belajar dan hambatan perkembangan pada seorang anak secara dini. Layanan intervensi, Layanan interverensi dimaksudkan untuk menangani hambatan belajar dan hambatan perkembangan, agar mereka dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu target layanan intervensi adalah perkembangan optimal yang harus dicapai oleh seorang anak yang mengalami hambatan perkembangan dan hambatan belajar, sebagai akibat ketunaan. Layanan Kompensatoris, Layanan kompensatoris dimaksudkan untuk menfasilitasi anak yang mengalami hambatan pada aspek tertentu (kehilanga fungsi penglihatan, pendengaran, hambatan perkembangan kognitif, motorik, serta emosi dan tingkah laku), dialihkan pada fungsi lain yang memungkinkan dapat menggantikan fungsi yang hilang. Misalnya kehilangan fungsi penglihatan, dikompensasikan ke fungsi perabaan (menulis dengan huruf braile), kehilangan fungsi pendengaran dikompensasikan ke fungsi penglihatan (berbicara  dengan menggunakan bahasa isyarat). Layanan Pengembangan Potensi, Layanan pengembangan potensi dimaksudkan untuk membantu peserta didik dalam menemukan dan mengembangkan potensi dan kelebihan -- kelebihan yang dimiliki anak, baik kognitif, afektif, psikomotorik, bakat dan kreativitas, ketrampilan maupun kecakapan khusus lain, sehingga dapat menunjang kehidupannya dimasyarakat. Misalnya anak berbakat disediakan program percepatan belajar, anak tuna netra dengan potensi bakat seni difasilitasi dengan program pengembangan seni.
Beberapa upaya dalam memberdayakan masyarakat, agar mereka terlibat dalam upaya penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan inklusi antara lain seperti yang diuraikan oleh Direktorat PLB (2004) : Melakukan sosialisasi tentang konsep penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan inklusif. Kepada para pembina dan pelaksana pendidikan di lapangan, agar mereka memiliki pemahaman visi, misi dan tujuan pendidikan inklusif, Memfasilitasi berbagai kegiatan satuan pendidikan inklusif. Dalam hal ini masyarakat diberi kesempatan untuk membantu dalam berbagai kegiatan layanan pendidikan. Masyarakat juga diberi tanggungjawab sekaligus mengetahui pentingnya pendidikan inklusif untuk anak, orang tua dan masyarakat. Selain itu masyarakat dilibatkan dalam pengembangan kurikulum  dan bahan ajar untuk kepentingan pendidikan inklusif. Pemerintah bersama penyelenggaraan pendidikan inklusif melakukan sosialisasi kepada masyarakat luas. Perseorangan, organisasi, yayasan, dunia usaha, dan dunia industri.
Pendidikan inklusif merupakan upaya untuk menjangkau layanan pendidikan pada generasi sekarang dan yang akan datang, mereka yang memiliki kondisi fisik berkebutuhan khusus, secara gografis, sosial, ekonomi, dan budaya terperangkap dan sulit mendapatkan akses memperoleh pendidikan. Dalam prakteknya pendidikan inklusif menuntut terpenuhinya berbagai persyaratan. Persyaratan tersebut antara lain, sarana, tenaga kependidikan , kurikulum, manajemen, waktu belajar, model evaluasi, aksesbilitas, dan  lain -- lain. Untuk memenuhi persyaratan tersebut, membutuhkan cukup waktu, biaya, dan tenaga profesional untuk mempersiapkannya.
Pendididikan untuk semua menuju inklusi merupakan konsekuensi dari diterbitkannya Konvensi Hak Asasi Anak. Memberikan hak yang sama kepada semua anak untuk memperoleh pelayanan dan perlakuan. Tanpa memandang perbedaan, agama, ras, etnis, budaya, warna kulit, status ekonomi, keadaan fisik, sosio-psikologis, dan faktor -- faktor lain. Sebagai seorang guru harus membekali diri dengan pengetahuan dan peka terhadap perkembangan dunia pendidikan guna mewujudkan sekolah inklusif, sekolah ramah anak, sekolah yang merujuk pada pendidikan untuk semua, tanpa membeda -- bedakan latar belakang peserta didik. Sebagai seorang guru harus berperan aktif dan mefasilitasi setiap peserta didik berkebutuhan khusus, memberdayakan sarana dan prasarana yang ada dalam mengoptimalkan perwujudan sekolah inklusif.
Â
DAFTAR PUSTAKA
Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional
Undang Undang Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan Dan Memiliki Potensi Kecerdasan Dan Atau Bakat Istimewa
Drs. Abdul Salim Choiri, M.Kes. 2009. Pendidikan Anak Bekebutuhan Khusus Secara Inklusif. Surakarta : Yuma Pustaka
Dr. Mudjito, A.K, Msi, 2012. Pendididkan Inklusif . Jakarta : Baduose  Media Jakarta
Tarmansyah, Sp.Th, M.Pd, 2007. Inklusi Pendidikan Untuk Semua. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan
Mboi, Nafsiah. 2006. Kompendium Perjanjian, Hukum dan Peraturan Menjamin Semua Anak Memperoleh kesamaan Hak Untuk Kualitas Pendidikan dalam Cara Inklusif. Jakarta: UNESCO Jakarta
Murtadlo. 2004. Pendidikan Anak berbakat dengan teknik Inklusif dan Pendidikan Khusus. Surabaya: UNESA UNIVERSITY PRESS
Panduan Perencanaan Pendidikan Untuk Semua (PUS) tindak lanjut forum pendidikan dunia Dakar, Senegal april 2000: UNESCO
Sholeh, Muhammad. 2006. Menuju Pendidikan Inklusif. Solo: Eenet asia newsletter.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H