Mohon tunggu...
ANIK TWIN
ANIK TWIN Mohon Tunggu... Guru - Guru SD dan Pengelola PAUD

membuka cakrawala dengan budaya literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mewujudkan Sekolah Inklusi Merujuk Pada Pendidikan Untuk Semua

6 November 2017   18:28 Diperbarui: 6 November 2017   18:49 10008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MEWUJUDKAN SEKOLAH INKLUSI MERUJUK PADA PENDIDIKAN UNTUK SEMUA

Pendidikan yang berkualitas pada dasarnya adalah milik semua orang, tanpa melihat kaya atau miskin, tua atau muda, bahkan orang yang normal dengan orang berkebutuhan khusus. Sehingga pendidikan dapat dinikmati oleh semua orang tanpa terkecuali. Selama beberapa tahun kita telah mengamati bahwa anak-anak dan remaja  berhenti  sekolah  pada  jumlah  yang  sangat  memprihatinkan. Kemiskinan merupakan sebuah alasan untuk fenomena ini. Berhenti sekolah  bukan  hanya  berhenti,  tetapi  mereka  juga diberhentikan  karena  mereka  tidak  berpenampilan  sesuai  dengan  yang kita  inginkan,  mereka  tidak  seharum  yang  kita  inginkan,  mereka  tidak berpakaian  seperti  yang  kita  inginkan,  mereka  tidak mempunyai  latar belakang sosial dan budaya  yang baik, atau mereka tidak melihat, atau mereka  tidak  mendengar,  atau  mereka  tidak  berpikir  dengan  baik. Dengan atmosfir pendidikan yang tidak kondusif inilah maka perlu ada suatu alternatif pendidikan yang dapat mengakomodir setiap kebutuhan anak termasuk anak-anak yang berkebutuhan khusus.

Selama ini, anak -- anak yang berkebutuhan khusus sering cenderung terisolasi dari teman -- teman sebayanya, mereka dipandang tidak seharusnya disetarakan dengan anak -- anak normal pada umumnya. Yang terjadi saat ini, anak -- anak berkebutuhan khusus harus belajar pada sekolah khusus dan tidak semestinya bersekolah pada sekolah umum. Kondisi seperti ini memunculkan suatu gagasan untuk menghapus adanya diskriminasi pada anak -- anak berkebutuhan khusus. Education For All (EFA) merupakan salah satu strategi dalam mewujudkan pendidikan untuk semua, tanpa ada diskriminasi. Pendidikan untuk semua (Education For All) didasarkan atas deklarasi universal, tentang Konvensi Hak Asasi Manusia tahun 1948. Konvensi tersebut menyatakan bahwa pendidikan dasar wajib setiap anak. Dalam hal ini negara harus menyediakan layanan cukup bagi anak. Ketika orang tua atau orang lain yang diberi tanggung jawab namun tidak dapat melaksanakannya. Misalnya anak yang berada di daerah konflik,bencana alam, anak jalanan, anak cacat, dan anak -- anak korban narkoba.

Salah satu perwujudan dari pendidikan untuk semua (Education For All) diantaranya penyelenggaraaan pendidikan inklusi. Pendidikan inklusif tidak hanya berarti pengintegrasian anak dan remaja yang menyandang kecacatan fisik,sensori atau intelektual ke dalam sekolah reguler, atau hanya akses pendidikan bagi anak yang terkucilkan. Inklusi merupakan sebuah proses dua arah untuk meningkatkan partisipasi dalam belajar dan mengidentifikasi serta mengurangi atau menghilangkan hambatan untuk belajar dan berpartisipasi. Strategi inklusi harus berfokus pada interaksi antara anak dan lingkungannya. Pada prinsipnya dalam inklusi, setiap orang berbagi visi yang sama tentang bagaimana anak harus belajar, bekerja dan bermain bersama. Setiap orang harus yakin, bahwa pendidikan hendaknya inklusif, adil dan tidak diskriminatif.

Pendidikan inklusi berarti sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual. Sosial-emosional, linguistik atau kondisi lainnya. Ini harus mencakup anak -- anak penyandang cacat dan berbakat. Anak -- anak jalanan dan pekerja, anak berasal dari populasi terpencil atau yang berpindah -- pindah. Anak dari kelompok etnis minoritas, linguistik atau budaya dan anak -- anak dari area atau kelompok yang kurang beruntung atau termarjinalisasi. Melalui pendidikan inklusi, anak berkelainan dididik bersama-sama anak -- anak lainnya yang normal, untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki (Freiberg, 1995). Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa dalam masyarakat terdapat anak -- anak normal dan anak -- anak berkelainan, termasuk anak cacat yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sebagai suatu komunitas manusia dan sebagai makhluk sosial.

Pengertian inklusif dan Ramah Terhadap pembelajaran menurut adaptasi LIRP versi Indonesia (UNESCO:2004), inklusif : Selama ini istilah inklusif diartikan dengan mengikutsertakan anak berkelainan di kelas reguler, bersama dengan anak -- anak lainnya, itu dalam arti sempit. Memang inklusif mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus. Seperti anak dengan gangguan penglihatan, atau pendengaran, yang mengalami gangguan motorik, atau lambat belajar. Pengertian secara luar inklusif berarti melibatkan seluruh anak tanpa kecuali seperti : Anak yang menggunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa pengantar yang digunakan di dalam kelas, Anak yang beresiko putus sekolah karena sakit, kelaparan atau tidak berprestai dengan baik, Anak yang berasal dari golongan agama atau kasta yang berbeda, Anak yang sedang hamil, Anak yang terinfeksi HIV/ AIDS, dan Anak yang berusia sekolah tetapi tidak sekolah.

Landasan Pendidikan Inklusi : Landasan Religius, Pendidikan inklusif telah diakui dan diterima kalamgan agama Islam. Dalam konsepsi Islam, sebenarnya telah diamanatkan bahwa kita tidak boleh membeda-bedakan perlakuan terhadap mereka yang cacat, hal ini dapat kita simak dalam Al Quran, Surat An Nur (Cahaya) : ayat 61 : "Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama -- sama mereka) di rumah ibu -- ibumu, di rumah saudara- saudaramu ...". 

Landasan Filosofis, Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan lambang negara Burung Garuda yang berarti "Bhineka Tunggal Ika". Keragaman dalam etnik, dialek, adat istiadat, keyakinan, tradisi, dan berbudaya merupakan kekayaan bangsa yang tetap menjunjung tinggi persatuan kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pandangan universal Hal Azasi manusia, menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk hidup layak, hak pendidikan, hak kesehatan, hak pekerjaan. Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang didasari semangat terbuka untuk merangkul semua kalangan dalam pendidikan. Pendidikan inklusi merupakan implementasi pendidikan yang berwawasan multikultural yang dapat membantu peserta didik mengerti, menerima, serta menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya nilai, kepribadian, dan keberfungsian fisik maupun psikologis. 

Landasan Yuridis : UUD 1945 (amandemen) pasal 31, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Permendiknas Nomor 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa, Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380/C.C6/MN/2003 20 Januari 2003:"Setiap kabupaten/kota diwajibkan menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan inklusif di sekurang -- kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari : SD, SMP, SMA, SMK, Deklarasi Bandung : Indonesia Menuju Pendidikan Inklusif" tanggal 8 -- 14 Agustus 2014, Salamanca Statement and Framework for Action on Special Need Education (1994). 

Landasan Pedagogis, Pada pasal 3 Undang -- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis dan bertanggungjawab. Jadi, melalui pendidikan, peserta didik berlainan dibentuk menjadi warganegara yang demokratis dan bertanggungjawab, yaitu individu yang mampu menghargai perbedaan dan berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal mereka diisolasikan dari teman sebayanya di sekolah -- sekolah khusus. Betapapun kecilnya mereka harus diberi kesempatan bersama teman sebayanya. 

Landasan Empiris, Penelitian tentang inklusi telah banyak dilakukan di negara -- negara barat sejak tahun 1980-an, namun penelitian yang berskala besar dipelopori oleh the National  Academy of Sciences (Amerika Serikat). Hasilnya menunjukkan bahwa klarifikasi dan penempatan anak berkelainan di sekolah, kelas atau tempat khusus tidak efektif dan diskriminatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun