Mohon tunggu...
ANIK TWIN
ANIK TWIN Mohon Tunggu... Guru - Guru SD dan Pengelola PAUD

membuka cakrawala dengan budaya literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mewujudkan Sekolah Inklusi Merujuk Pada Pendidikan Untuk Semua

6 November 2017   18:28 Diperbarui: 6 November 2017   18:49 10008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ruang lingkup dalam implementasi inklusi melibatkan berbagai komponen yang satu sama lain saling mempengaruhi, ada enam aspek yang mendukung implementasi inklusi : Befring, Edward (2001 : 215). Landasan hukum dan kebijakan, Ideologi suatu negara direfleksikan melalui kebijakan, oleh karena itu satu payung hukum untuk semua adalah dasar  pelaksanaan inklusi. Pembentukan sikap. Sikap, pengalaman, pengetahuan merupakan suatu konsep yang saling mempengaruhi dan mendukung. Sikap berkembang dipengaruhi oleh pengalaman, pengalaman itu sendiri akan mempengaruhi pengetahuan yang selanjutnya akan membentuk sikap. Kurikulum, Sekolah menyelenggarakan pendidikan inklusi menggunakan kurikulum yang berbasis pada pengembangan potensi peserta didik, yaitu Kurikulum Tingkap Satuan Pendidikan (KTSP) yang disesuaikan dengan kondisi, potensi dan kebutuhan khusus peserta didik, agar potensi semua peserta didik dapat berkembang secara optimal. Perubahan dalam pendidikan, Re-orientasi di lapangan mendukung pelaksanaan pendidikan inklusi. Dalam hal ini perubahan harus diperkenalkan dalam bidang pendidikan guru, dan dalam penelitian. Kerjasama lintas sektoral. Didasarkan atas kepentingan pendidikan inklusif. Maka kerjasama lintas sektoral pada berbagai level mempunyai peranan penting dan strategis. Saat ini penyelenggaraan pendidikan inklusif berada dibawah naungan departemen/ dinas pendidikan. Kerjasama lintas sektoral ini dasarnya tidak menghambat adanya bantuan atau dukungan dari departemen lain. Adaptasi lingkungan, Dalam menciptakan lingkungan inklusif, ramah terhadap pembelajaran perlu penyesuaian atau adaptasi lingkungan, hal ini akan meningkatkan dorongan belajar. Disamping itu bidang pendidikan khusus mempunyai bidang -- bidang orientasi mobilitas, keselamatan, dan kemandirian yang tergantung pada lingkungan yang disesuaikan tetapi fungsional.

Pendidikan Untuk Semua atau Education For All ( EFA ) Menurut Renstra Depdiknas (2010-2014) mengungkapkan bahwa Paradigma Education For All (Pendidikan Untuk Semua) merupakan upaya pemenuhan akan kebutuhan pendidikan sebagai hak asasi manusia minimal pada tingkat pendidikan dasar. Pemenuhan atas hak untuk mendapatkan pendidikan dasar yang bermutu merupakan ukuran keadilan dan pemerataan atas hasil pembangunan dan sekaligus menjadi investasi sumber daya manusia yang diperlukan untuk mendukung pembangunan bangsa. Gagasan EFA muncul pada tahun 1990 pada Konfrensi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua. 

EFA (Education For All) bertujuan untuk memenuhi hak pendidikan dasar setiap anak, remaja maupun dewasa. Dalam Penyelenggaraan Education For All,  hendaknya pendidikan yang diberikan harus fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan orang yang mempelajarinya. Tujuan Pendidikan Untuk Semua adalah agar anak-anak,  remaja, dan dewasa harus mendapatkan kesempatan pendidikan yang disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan dasar  pendidikan mereka. Deklarasi Dunia Pendidikan Untuk Semua kemudian menentukan sebuah petunjuk baru dalam pendidikan. Salah satu bunyi deklarasi Pendidikan Untuk Semua adalah menghilangkan kekakuan, memberikan pedoman tentang sistem pendidikan dan memberikan pendidikan secara fleksibel.

Sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi peserta didik memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi  lingkungan yang berbeda  satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/ mutu pendidikan. Artinya sekolah reguler harus melakukan penyesuaian.

Ketidaksiapan sekolah melakukan penyesuaian pada dasarnya menyangkut pada ketersediaan sumber daya manusia yang belum memadai. Disamping pemberdayaan guru umum, juga keterbatasan guru pembimbing khusus (GPK) yang memberikan program pendampingan pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus, serta keterbatasan aksesibilitas bagi anak berkebutuhan khusus dan rendahnya dukungan warga sekolah dan masyarakat terhadap pendidikan mereka.

Pendidikan inklusif tidaklah sekedar menempatkan peserta didik berkelainan secara fisik dalam kelas/ sekolah reguler dan bukan pula sekedar mamasukkan anak berkebutuhan khusus sebanyak ,ungkin dalam lingkungan belajar peserta didik normal. Lebih dari itu, pendidikan inklusif juga berkaitan dengan cara guru dan teman kelas yang normal menyambut semua peserta didik dalam kelas dan secara langsung mengenali nilai -- nilai keanekaragaman peserta didik.

Berbagai tantangan saat ini masih kita hadapi dalam implementasi dan pengembangan pendidikan inklusif. Adapun faktor kendala yang perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan pendidikan inklusi seperti dikemukakan Skjorten       ( 2003:58). Adalah sebagai berikut : Provokasi dan sosialisasi, Struktur organisasi meliputi fungsi dan peran pelaksana, Tenaga kependidikan yang profesional, Pedoman guru dalam mengelola kelasnya, Peningkatan mutu pendidikan, Sarana dan prasarana, Kegiatan Belajar Mengajar  yang efektif dan efisien, Fleksibilitas Kurikulum, Identifikasi dan asesmen, Kerjasama kemitraan.

Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan inklusif, guru di sekolah reguler perlu dibekali berbagai pengetahuan tentang anak berkebutuhan khusus.  Diantaranya mengetahui siapa dan bagaimana anak berkebutuhan khusus serta karakteristiknya. Dengan pengetahuan tersebut diharapkan guru mampu melakukan indentifikasi, peserta didik di sekolah, maupun di masyarakat sekitar sekolah.

Sebagai bagian dari steakholder pendidikan, peran yang dapat dilakukan oleh seorang guru dalam mewujudkan sekolah inklusi, terutama pada penanganan anak berkebutuhan khusus antara lain : Layanan prevensi, Layanan prevensi adalah layanan yang dilakukan untuk mencegah agar hambatan belajar dan hamnbatan perkembangan yang dialami seorang anak tidak berdampak lebih jauh kepada aspek -- aspek perkembangan lainnya. Layanan prevensi ini sedapat mungkin untuk mengurangi hambatan belajar dan hambatan perkembangan, bahkan jika memungkinkan dilakukan untuk menghilangkan hambatan belajar dan hambatan perkembangan pada seorang anak secara dini. Layanan intervensi, Layanan interverensi dimaksudkan untuk menangani hambatan belajar dan hambatan perkembangan, agar mereka dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu target layanan intervensi adalah perkembangan optimal yang harus dicapai oleh seorang anak yang mengalami hambatan perkembangan dan hambatan belajar, sebagai akibat ketunaan. Layanan Kompensatoris, Layanan kompensatoris dimaksudkan untuk menfasilitasi anak yang mengalami hambatan pada aspek tertentu (kehilanga fungsi penglihatan, pendengaran, hambatan perkembangan kognitif, motorik, serta emosi dan tingkah laku), dialihkan pada fungsi lain yang memungkinkan dapat menggantikan fungsi yang hilang. Misalnya kehilangan fungsi penglihatan, dikompensasikan ke fungsi perabaan (menulis dengan huruf braile), kehilangan fungsi pendengaran dikompensasikan ke fungsi penglihatan (berbicara  dengan menggunakan bahasa isyarat). Layanan Pengembangan Potensi, Layanan pengembangan potensi dimaksudkan untuk membantu peserta didik dalam menemukan dan mengembangkan potensi dan kelebihan -- kelebihan yang dimiliki anak, baik kognitif, afektif, psikomotorik, bakat dan kreativitas, ketrampilan maupun kecakapan khusus lain, sehingga dapat menunjang kehidupannya dimasyarakat. Misalnya anak berbakat disediakan program percepatan belajar, anak tuna netra dengan potensi bakat seni difasilitasi dengan program pengembangan seni.

Beberapa upaya dalam memberdayakan masyarakat, agar mereka terlibat dalam upaya penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan inklusi antara lain seperti yang diuraikan oleh Direktorat PLB (2004) : Melakukan sosialisasi tentang konsep penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan inklusif. Kepada para pembina dan pelaksana pendidikan di lapangan, agar mereka memiliki pemahaman visi, misi dan tujuan pendidikan inklusif, Memfasilitasi berbagai kegiatan satuan pendidikan inklusif. Dalam hal ini masyarakat diberi kesempatan untuk membantu dalam berbagai kegiatan layanan pendidikan. Masyarakat juga diberi tanggungjawab sekaligus mengetahui pentingnya pendidikan inklusif untuk anak, orang tua dan masyarakat. Selain itu masyarakat dilibatkan dalam pengembangan kurikulum  dan bahan ajar untuk kepentingan pendidikan inklusif. Pemerintah bersama penyelenggaraan pendidikan inklusif melakukan sosialisasi kepada masyarakat luas. Perseorangan, organisasi, yayasan, dunia usaha, dan dunia industri.

Pendidikan inklusif merupakan upaya untuk menjangkau layanan pendidikan pada generasi sekarang dan yang akan datang, mereka yang memiliki kondisi fisik berkebutuhan khusus, secara gografis, sosial, ekonomi, dan budaya terperangkap dan sulit mendapatkan akses memperoleh pendidikan. Dalam prakteknya pendidikan inklusif menuntut terpenuhinya berbagai persyaratan. Persyaratan tersebut antara lain, sarana, tenaga kependidikan , kurikulum, manajemen, waktu belajar, model evaluasi, aksesbilitas, dan  lain -- lain. Untuk memenuhi persyaratan tersebut, membutuhkan cukup waktu, biaya, dan tenaga profesional untuk mempersiapkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun