Mohon tunggu...
TUT WURIHANDAYANI
TUT WURIHANDAYANI Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang

Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammdiya Malang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pilkada 2020: Aspirasi atau Keselamatan Diri

7 Desember 2020   19:09 Diperbarui: 7 Desember 2020   19:26 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tinggal menghitung hari,tepatnya pada tanggal 9 Desember 2020, Indonesia akan melaksanakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak dengan melibatkan kurang lebih 105 juta pemilih di 207 daerah yang ada di Indonesia.

Pilkada 2020 ini menjadi perbincangan publik yang tak dapat terhindarkan,bagaimana tidak? Pilkada tahun ini merupakan pilkada yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya,karena dilaksanakan di tengah wabah covid-19 yang melanda hampir satu tahun ini.

Hal ini menjadi sumber kegelisahan pemerintah serta masyarakat Indonesia karena masih maraknya kasus penularan covid-19 sedangkan di sisi lain pelaksanaan pilkada yang di lakukan lima tahun sekali tak memungkinkan untuk di tunda.

Sebelumnya pilkada 2020 ini di rencanakan akan di gelar pada 23 September 2020,namun pada 30 maret 2020 Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI memutuskan untuk menunda pilkada ke bulan desember sebagai bentuk respon terhadap pandemi yang belum reda.

Pilkada ini menuai banyak kontroversi dari berbagai kalangan,perbedaan pendapat antara masyarakat,pihak relawan medis dan dari pemerintahan pun menjadi sorotan. Ahmad Doli Kurnia selaku Ketua Komisi II DPR RI menyatakan bahwa Pilkada 2020 akan tetap dilaksanakan sesuai tanggal yang telah ditetapkan dengan alasan bahwa seluruh tahapan yang sudah dan sedang berlangsung masih sesuai rencana dan situasi masih terkendali.

Namun keputusan dari pemerintah tersebut menuai kecaman dari berbagai pihak,seperti dr tirta yang kita kenal sabagai petugas Kesehatan dan relawan covid-19 yang rajin memberikan sosialisasi kepada masyarakat untuk menjaga diri dari virus covid-19. Dr tirta mengkritik habis-habisan keputusan pemerintah untuk tetap melaksanakan pilkada di tengah wabah covid-19.

Dr tirta mengutarakan pendapatnya melalui akun Instagram pribadinya bahwa pilkada yang di laksanakan di tengah pandemi ini tidak akan berjalan dengan efektif,dana penyelenggaraan pilkada yang bisa di prioritaskan untuk membuat swab gratis atau melayani pasien-pasien yang kurang mampu haruslah menjadi bahan pertimbangan pemerintah.

Selain itu proses pilkada yang melalui banyak serangkaian acara seperti kempanye dan antrian pada saat pemilihan di TPS yang memicu kerumunan akan sangat membuka lebih luas peluang penyebaran covid-19,dr tirta menyayangkan keputusan pemerintah tersebut,karena selama ini dr tirta serta rekan relawan tim medis sibuk dan genjar untuk selalu mengedukasi dan memberi arahan kepada warga untuk selalu menjaga jarak agar meminimalisir penularan cobid-19 ini.

Jika hal tersebut tetap di laksanakan apa bedanya kerumunan kampanye dan antrian nyoblos di TPS dengan pagelaran konser yang selama ini di larang semenjak adanya pandemi. Dr tirta tak merasa gentar dalam menyampaikan kritikanya terhadap pemerintah,kritikan tersebut tak hanya di sampaikan dr tirta di akun media sosial pribadinya tetapi juga di sampaikan secara langsung melalui pejabat pemerintahan,akan tetapi kritikan tersebut tidak menggoyahkan keputusan pemerintah untuk tetap melaksanan pilkada

Presiden Jokowi serta pemerintah menegaskan bahwa Pilkada Serentak 2020 akan tetap diselenggarakan di tengah pandemi Covid-19. Alasannya tak ada satu pun negara termasuk Indonesia yang mengetahui kapan pandemi ini akan berakhir,Pemerintah pun menjelaskan akan menjalankan pilkada tahun ini mengggunakan protokol Kesehatan yang ketat.

Pemerintah melalui Menko Polhukam Mahfud MD juga menerangkan bahwa penundaan Pilkada dirasa tidak memungkinkan lagi karena hal tersebut membutuhkan UU dan Perpu yang tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Sebelumnya, Kabag Perundang-Undangan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Saydiman Marto menyebut ada pertimbangan yang membuat penundaan Pilkada 2020 hampir tidak dimungkinkan untuk ditunda kembali.

Apabila pilkada Kembali di tunda,kekosongan jabatan bisa di isi atau di gantikan sementara waktu oleh  pejabat (Pj) selama masa jabatan kepala daerah habis dan belum memiliki kepala daerah baru. Akan tetapi hal ini juga mempunyai problem yaitu kewenangan Pj yang sangat terbatas,dan harus menyiapkan 270 plt/pj di seluruh Indonesia jika pilkada serentak di tunda hingga 2021.

Dilema masyarakat yang berada di tengah-tengah persoalan yang rumit,menyampaikan aspirasi di tengah wabah pandemi atau masuk ke golongan putih saja sebagai bentuk menjaga diri dari penularan covid-19.Seruan Golput pertama misalnya dilontarkan oleh Azyumardi Azra, guru besar UIN Syarif Hidayatullah, salah satu tokoh intelektual Muslim ini menyatakan diri secara terbuka untuk tidak akan berpartisipasi dalam Pilkada 2020 atau memilih menjadi golput (golongan putih).

Hal tersebut di sampaikan beliau di akun twitter pribadinya sebagai rasa solideritas kepada masyarakat serta relawan medis yang sedang bekerja keras untuk mengatasi covid-19 yang telah meresahkan ini. Namun Kembali lagi,pada keputusan presiden Joko Widodo serta pemerintah yang tetap kekeh melaksanan pilkada di tengah wabah pandemi ini seperti tidak dapat di ganggu gugat.

Pilkada yang di laksanakan di tengah wabah pandemi ini tidak hanya di laksanakan di Indonesia,negara Singapura,Jerman,Prancis dan Korea Selatan juga menggelar pesta demokrasi di tengah pandemi dengan protocol Kesehatan dan peraturan yang ketat.

Untuk menegakkan protokol kesehatan, pemerintah pun memiliki dua opsi yakni menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) atau merevisi Peraturan KPU (PKPU).Mendagri Tito Karnavian mengatakan opsi pertama mengenai Perppu nantinya akan mengatur keseluruhan hal yang berkaitan dengan pencegahan, penanganan dan penegakan hukum terkait Covid-19.

Dan opsi kedua berupa Perppu yang mengatur spesifik mengenai protokol Covid-19 untuk pilkada atau merevisi Peraturan KPU dalam waktu dekat. Berdasarkan kesimpulan Rapat Dengar Pendapat(RDP) pada Senin 21 September, pelaksanaan Pilkada 2020 mendatang harus dengan tetap penegakan disiplin dan sanksi hukum terhadap pelanggar protokol kesehatan Covid-19.

Harapan kita semua adalah Pilkada ini dapat berjalan dengan baik,karena pilkada merupakan perwujudan demokrasi dimana rakyat yang telah memenuhi syarat berhak menyampaikan aspirasi suara dan pilihanya melalui pemilu. Pemerintah sebagai fasilitator dalam jalanya pemerintahan yang ada di harapkan dapat menangani konflik pilkada di tengah pandemi ini dengan baik.

Kerja sama antara pihak pemerintah,masyarakat dan tenaga Kesehatan sangatlah di butuhkan untuk jalanya pilkada. Antara pemerintah dan tenaga Kesehatan pastilah mempunyai alasan tersendiri atas perbedaan pendapat tersebut,namun sikap saling menghormati,menghargai dan gotong royong adalah pilar utama untuk menjalankan pesta demokrasi yang sehat dan adil dan yang pasti tak lepas dari peraturan ketat untuk selalu mematuhi protokol Kesehatan dan peraturan untuk meminimalisir penyebaran covid-19 di tengah Pilkada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun