"Fitri..." sahut wanita itu setelah beberapa lama.
Aku menoleh, menatap wanita yang telah kucari selama 20 tahun.
"Fitri maafkan kami," sekarang laki-laki itu yang mendekapku erat.
Namun aku tidak tahu lagi harus mengucapkan apa. Seluruh ungkapan, kata, dan keluhku sudah tenggelam bersama rasa penasaranku. Namun saat pandangan mata kami bertemu, aku tahu tidak ada lagi yang perlu dijelaskan. Dalam deru bahagia, giliran aku yang mendekap mereka.
Bulan Fitri bagiku adalah segalanya.
Fitri adalah bulan suci dimana orang kembali ke keadaan bersih. Fitri adalah bulan dimana aku bertemu dengan dunia, namun berpisah dengan orang tua. Fitri, bulan dimana Abah selalu mengajakku jalan-jalan berkeliling kota. Fitri, bulan dimana Ama menjahitkan baju untukku sebagai hadiah. Di bulan Fitri juga, Ama kemudian menjelaskan, bahwa aku adalah anak yang dibuang.
--
TS, 23 Mei 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H