Mohon tunggu...
Tutut Setyorinie
Tutut Setyorinie Mohon Tunggu... Lainnya - Pegiat Lingkungan

Warga Bekasi. Bermukim dekat TPST Bantar Gebang. Sedang belajar mengurangi sampah dengan 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒐𝒎𝒑𝒐𝒔 dan 𝒅𝒊𝒆𝒕 𝒑𝒍𝒂𝒔𝒕𝒊𝒌. Yuk, bareng!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Hal Yang Luput Dari Pandangan

20 Juni 2017   15:04 Diperbarui: 4 Juli 2017   14:32 1043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak hal dalam hidup ini yang luput dari pandanganmu. Semisal, mengapa coklat rasanya manis, mengapa mawar identik dengan warna merah, dan mengapa pelangi harus bewarna tujuh. Sedangkan kau sibuk memikirkan mengapa dia tak kunjung melihatmu, mengapa dia tak kunjung tersenyum ketika berpapasan denganmu, dan mengapa kau tak juga memiliki keberanian untuk menanyakan siapa nama gadis yang memiliki aura secantik itu.

Dinginnya fajar dan romantisnya senja telah kau lewati untuk diam-diam berdiri di balik pohon kecapi demi melihat gadis pujaanmu yang tengah berangkat dan berpulang dari tempat kerja. Bukan lagi alarm handphone yang membangunkanmu ketika adzan subuh berkumandang. Tetapi ingatan tentangnyalah yang membuatmu sudah rapi sebelum pukul lima pagi.

Dulu, banyak hal dalam hidup ini yang luput dari pandanganmu. Semisal, mengapa televisi terus-menerus menampilkan iklan yang sama, mengapa gatal di rambutmu tak kunjung hilang, dan mengapa kepalamu selalu terasa panas.

Namun kini, iklan televisi telah menjadi pusat perhatianmu. Setiap ada produk sampo terbaru, matamu langsung terpaku. Ternyata penyebab gatal di rambutmu itu karena sampomu tak pernah berganti semenjak sekolah dasar. Masalah hidupmu yang menumpuk di kepala, seharusnya diatasi dengan sampo anti-dandruff. Ya, begitu kata seorang pria dalam sebuah iklan.

Matamu berbinar. Dadamu mengembang. Kau tak membuang waktu untuk mengeluarkan sepeda motormu menuju minimarket terdekat. Dicarinya produk sampo yang katanya nomor satu di Indonesia. Kau bahkan menulis hurufnya satu persatu di telapak tangan. Sedangkan rambutmu bertambah gatal, karena kepalamu terlalu sibuk membayangkan bahwa rambutmu akan tampak serupa dengan sang bintang iklan.

Dia—gadis pujaan yang namanya tak kunjung kau ketahui, tepat satu jam lagi akan turun dari angkutan umum di depan gang Merpati. Hari ini mungkin waktu yang tepat untuk keberanianmu dipertunjukan secara nyata.

Kau menuju kasir dengan jantung berdetak keras. Kau keluarkan selembar sepuluh ribuanmu dengan tangan gemetar. Lalu kau lesatkan sepeda motormu dengan sangat cepat, sampai lupa bahwa pak tua di ujung sana masih mengadahkan tangan untuk menunggumu membayar parkiran.

Dulu, banyak hal dalam hidup ini yang luput dari pandanganmu. Semisal, mengapa seseorang menciptakan shower untuk mandi. Ternyata penyebabnya adalah supaya kau bisa shampoan sambil sabunan dan menggosok gigi. Sehingga waktu yang dihabiskan untuk mengguyur badan bisa dimanfaatkan untuk memilih baju yang masih pantas dipandang.

Kau akhirnya memilih baju pemberian ayahmu di dua tahun yang lalu. Baju yang hanya kau pakai ketika memenuhi undangan mempelai di pelaminan ini, ternyata masih cukup layak. Warnanya biru laut, dengan corak garis yang membuat tubuhmu tampak menipis. Kepalamu juga terasa dingin. Mungkin akibat sampo anti-dandruff. Baru kali ini kau mengerti, mengapa iklan ditampilkan begitu sering di televisi.

Dua puluh menit lagi. Kau bersiap di ujung gang dengan setangkai mawar dan coklat dingin. Mukamu memerah, tanganmu gemetar, sedangkan rambutmu kembali gatal karena kau berpikir terlalu keras tentang apa yang hendak kau katakan.

Hei, cantik, ini untukmu. Maukah kau berteman denganku?

Kepalamu menggeleng. Itu terlalu umum.

Setiap hari aku memerhatikanmu dari sini. Kau sangat cantik. Bisakah kita berkenalan?

Tidak juga. Bibirmu terlalu gemetar untuk mengucapkan kata-kata yang terlalu panjang. Kau perlu sebuah ucapan singkat, namun mampu menjelaskan semua hasratmu padanya. Namun sebelum otakmu selesai bekerja, sebuah angkutan umum mendadak berhenti, dan gadis pujaanmu turun dengan senyum khasnya yang berseri.

“Err, rr, hai…” ucapmu gemetar.

Dia terlalu kaget untuk menjawab. Senyumnya hilang timbul. Wajahnya bingung. Sedangkan tangannya diam-diam mengeratkan genggaman pada tas mungilnya yang bewarna ungu.

“Untukmu.” Kau menyerahkan mawar, dan coklat yang dinginnya telah berpindah ke buku-buku jarimu.

Dia menggeleng. Mungkin masih menimbang kau adalah orang baik tulen, atau orang baik yang bermodus untuk mencopet.

“Aku hanya ingin kita berteman. Boleh kutahu siapa namamu?”

Gadis pujaanmu masih kukuh untuk tak menjawab. Kakinya hendak berancang untuk pergi. Namun rintik air mendadak turun menghujani bumi.

Kau dan dia menepi di bawah pohon kecapi—pohon yang selama ini menjadi markasmu untuk bersembunyi. Tak pernah kau bayangkan sebelumnya bahwa kau akan berada di jarak sedekat ini dengannya. Namun gadis pujaanmu itu tak kunjung bicara. Matanya justru sibuk mengetik sebuah pesan di gawai berlayar datar.

“Untukmu.” Kau serahkan lagi setangkai mawar dan coklat yang hampir meleleh.

Satu menit, dua menit berlalu, gadis di hadapanmu tak kunjung menerima ataupun menjawab pertanyaanmu. Wajahnya masih tampak takut, sedangkan kau berusaha keras untuk tetap tersenyum.

Hujan reda. Seseorang dikejauhan tampak mendekati pohon kecapi—tempat dimana kau dan dia tengah menepi. Namun bukan menghampirimu, orang itu justru menghampirinya—gadis pujaanmu yang masih tak kau ketahui namanya.

Ia seorang pria, dengan tubuh kekar dan rambut lebat seperti bintang iklan shampo anti-dandruff. Jalannya tegak dan hidungnya bagai perosotan di taman kanak-kanak. Tanpa seizinmu, ia mengambil gadis pujaanmu dan merengkuhnya supaya muat beratap dalam satu payung.

Banyak hal dalam hidup ini yang luput dari pandanganmu. Semisal, mengapa kau tak kunjung mengetahui nama gadis pujaanmu, mengapa kau selalu gemetar bila ingin menyapanya, dan mengapa ia tak pernah tersenyum ketika kau berpapasan dengannya.

Alasannya ternyata sederhana, yaitu supaya hatimu tak terlalu hancur ketika mengetahui bahwa ia telah memiliki seorang kekasih yang sempurna. Supaya kau tak terlalu berat untuk melupakannya. Supaya senyummu masih bertengger di tempatnya, ketika hujan berhenti dan pelangi muncul dengan tujuh warna.

“Err, rr, hai…” ucap seseorang dengan gemetar.

Banyak hal dalam hidup ini yang luput dari pandanganmu, termasuk kasir cantik yang diam-diam tersenyum ketika kau membeli selusin sampo anti-dandruff.

TS, 20 Juni 2017.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun