Mohon tunggu...
Tutut Setyorinie
Tutut Setyorinie Mohon Tunggu... Lainnya - Pegiat Lingkungan

Warga Bekasi. Bermukim dekat TPST Bantar Gebang. Sedang belajar mengurangi sampah dengan 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒐𝒎𝒑𝒐𝒔 dan 𝒅𝒊𝒆𝒕 𝒑𝒍𝒂𝒔𝒕𝒊𝒌. Yuk, bareng!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Dibunuh Sepi

18 Desember 2016   13:13 Diperbarui: 18 Desember 2016   15:23 1013
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekali lagi aku jatuh dalam kegelapan. Mengapa seseorang suka sekali mematikan lampu? Padahal aku sangat membenci itu. Cahaya, cahaya datanglah. Tolonglah aku. Bantu aku untuk menyalakan lampu. Cahaya, cahaya, datanglah. Tolonglah aku. Bantu aku berdamai dengan sepi, senyap dan sunyi.

Cahaya. Putih. Terang.

Putih, seputih malaikat. Terang, seterang bintang-bintang. Silau, semenyilaukan berlian. Kuhampiri cahaya itu. Kusambut uluran tangannya yang sehalus debu.

Keluar. Selesai.

Cahaya mengantarkanku ke sebuah pintu. Tapi itu bukan pintu biasa. Pintu itu tak mempunyai pegangan untuk dibuka. Cahaya berkata, pintu itu akan terbuka dengan sendirinya saat seseorang sudah siap untuk keluar. Maka kuturuti perkataannya. Kupersiapkan jiwa ini dengan segala keraguannya.

Awal Mula.

Dia pergi. Pertanyaanku selama seminggu ini akhirnya terjawab sudah. Lelaki itu memutuskan untuk mengakhiri. Kuamati sekali lagi namanya diponsel layar datar—sekedar untuk mengucap selamat tinggal—tetapi semakin kuamati, semakin sepi ini menggerogoti hati.

Katanya dia menyadari sesuatu, bahwa aku bukanlah kekasih yang selama ini ia damba. Bahwa aku tak lagi mengisi ruang kosong di jiwa. Jangan mulai salahkan aku, sepi. Karena dialah yang memulai semua ini.

Tiga hari lalu, ia bertemu Nirina. Sahabat sekaligus pacar pertama. Seperti kebanyakan wanita, aku selalu tidak suka dengan kata-kata ‘pacar pertama’, karena siapapun yang menyandang status pertama, selalu sulit hilang dalam sejarah.

Dan benar saja, Nirina kembali lagi dengan sejuta tanyanya. Tanya yang dulu tak pernah ia dapatkan jawabannya. Tanya yang membuatmu mengakhiri cerita ini. Tanya yang menyerahkanku pada sepi. Tanya tentang: apakah kamu benar-benar tak mencintaiku lagi?

Aku tak menyangka pertanyaan itu akan membuatmu goyah. Kau bayar tiga tahun kita yang berharga dengan sepatah kata tak cinta.Aku tak percaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun