Setelah sampai di warung tersebut, anak laki-laki tadi langsung menghambur ke arah ibunya. Menangis lagi.
“Shh. Shh. Dafa, udah jangan nangis. Terima kasih dong sama kakak ini, udah mau jagain kamu,” ujar sang ibu sambil menenangkan anaknya di pelukan.
“Maafin ibu ya, Dafa…”
Tanpa sadar, Thalia mengamati mereka dengan seksama. Tiba-tiba ia teringat ibunya yang sekarang entah berada dimana. Ya, ibunya telah meninggalkannya sejak kecil. Masalah ekonomi—kata orang-orang. Dan hingga kini ibunya tak pernah mengunjungi Thalia sama sekali.
Sang ibu itu tiba-tiba mendatangi Thalia, “Kamu jualan tisu ya dek?”
Thalia mengangguk.
“Ibu beli satu ya,” balas ibu itu lalu membenamkan tangannya ke tas tangan—mencari uang.
Thalia memplastikan salah satu tisunya dan menyodorkan kea rah ibu itu. “Ini bu.”
Ibu itu mengambil tisunya seraya memberi Thalia selembar uang bewarna merah.
“Saya nggak punya kembaliannya, bu,” Thalia bergeming menatap uang itu dengan takut-takut.
“Tidak usah. Ini buat kamu saja.” Ibu itu membalas ramah.