Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Akhirnya #Mottaout Trending Juga

31 Januari 2025   10:50 Diperbarui: 1 Februari 2025   16:23 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kenan Yildiz tertunduk usai Juventus dipaksa menempuh jalur playoff Liga Champions kalah dari Benfica (AFP/MARCO BERTORELLO)| via Kompas.com

Inkonsistensi Juventus memang sudah di level ngeselin, tapi kita tak bisa menghukum Motta sebagai satu-satunya kambing guling. 

Kemarin, kabarnya lini masa X a.ka. Twitter ramai dengan hastag #Mottaout. Hastag ini mewakili kekesalan fans, khususnya mereka yang dikenal dengan Ultras. Fans garis keras yang sehari-hari datang ke stadion.

Sudah separuh musim berlalu (dan tidak ada yang peduli Mister Allegri sekarang ngapain aja) Locatelli, dkk masih saja berjuang lepas dari jebakan Mid-table team. Tim paling banyak juara Serie A ini masih saja mensejajarkan diri dengan Lazio, Roma, Fiorentina, dan sekarang Bologna.

Jika melihat statistik, (memang) tim ini baru tiba di hasil imbang terbanyak: 13 kali. Selain, satu-satunya yang baru sekali kalah. Capaian yang membuat mereka hanya bertahan di peringkat 5 hingga akhir Januari 2025.

Memangnya ada hati yang betah bersetia dalam keber-imbang-an? Maju tidak bisa, mundur tak mau. Lantas, mau sampai kapan begini saja?

Terbaru, sesudah sukses membekap Milan di Serie A, dengan permainan yang terorganisir dan menghibur, Juventus malah keok di laga UCL, di rumah lagi!

Para ultras itu, tentulah, mewakili emosi yang langsung, kekecewaan mereka kasat mata. Mereka pasti telah mengorbankan banyak hal, termasuk keselamatan diri. 

Namun, sebagaimana pesan dalam Too Much Love Will Kill You, begitulah adanya. 

Cinta yang gagal terpenuhi ekspektasinya segera saja berubah cemohan, kemarahan, bahkan kebencian. Ditambah lagi Juventus adalah tim yang antikekalahan tapi menoleransi permainan buruk.

Berbeda dengan fans sekasta saya. Pengorbanan saya terlalu sepele, paket data dan kekurangan jam tidur. Satu-satunya yang bisa dibanggakan sebagai fans adalah tidak bakalan mendua hati kepada tim ini, seterpuruk apapun. Forza Juve! 

Serupa "iman" yang dipegang Eric" The King" Cantona. Cantona pernah bilang begini, Kamu boleh saja mengganti istrimu, bahkan mengganti agamamu. Tapi tidak dengan klub kebanggaanmu.

Masalahnya, terkait kemarahan ultras dan keramaian hastag #Mottaout itu, ada parameter lain yang perlu diperhatikan. 

Kita mesti mengakui jika La Vecchia Signora sejatinya melewati musim yang tidak ideal. Sekurang-kurangnya karena tiga hal berikut. 

Pertama, pemain yang gonta-ganti cedera, khususnya lini belakang. Dimulai dengan Gleison Bremer yang menderita Cruciate Ligament Tear sejak Oktober 2024. Bek berkebangsaan Brazil ini bukan saja jangkar, ia adalah sentral.

Gara-gara kualitas Bremer, Juventus berani menjual De Ligt ke Bayern Munich. Dan terbukti ini adalah solusi yang jauh lebih baik. Tapi, Bremer memliki problem dengan cedera. Sesudah badai virus corona, hingga hari ini, dia sudah mengalami 8 kali cedera. 

Sesudah Bremer menghilang, lini belakang Juventus seperti klub petarung degradasi. Terlalu mudah dibikin kacau balau dan kehilangan kontrol. Tak ada pemimpinnya.

Sedang Gatti dan Kalulu tak selalu padu dan stabil. Nama yang pertama bahkan acapkali membuat kesalahan, seperti subuh barusan ketika di-vermak Benfica. 

Itulah mengapa, di bursa transfer paruh musim, dari tiga nama yang datang, duanya pemain bertahan. Alberto Costa dan Renato Vega.

Kedua, barisan anak-anak muda yang membutuhkan jam terbang lebih banyak. 

Di satu sisi, Nicol Savona (21), Jonas Rouhi (20), Samuel Mbangula (21), Vasilije Adi (18), Francisco Conceio (21), dan Kenan Yldz (19), adalah investasi bagi kebutuhan jangka panjang. 

Bahkan, dari strategi transfer, manajemen klub di era Cristiano Giuntoli tak lagi meminjam pemain bangkotan karena dalih berpengalaman. 

Sedang di sisi berbeda, Juventus memiliki jadwal yang padat, tiga lapisan. Badai cedera, kebugaran skuad dan kematangan adalah kombinasi yang tidak mudah ditemukan formula keseimbangannya. 

Ketiga, hal yang positif sejauh ini, jangan disepelekan jika Motta membuat cara bermain Juventus berubah dari pakem-pakem sebelumnya. Sekarang ini, Juventus adalah identitas yang menghibur. 

Juventus selalu ingin dominan, ingin membuat segala sisi dalam kendali dan kepungan. Bermain di kandang atau tandang, Locatelli, dkk tetap tidak kehilangan cirinya. Tidak ada lagi kembali ke setelan pabrik: bertahan total demi satu poin dibawa pulang. 

Salah satu contohnya adalah saat tandang ke Inter yang stabil di era Simone Inzaghi. Mereka berani saling serang dan menahan imbang. Pertandingan berjalan ketat dan enak ditonton. 

Demikian pula ketika mereka meremuk Man City di Allianz Stadium. Locatelli bermain dengan disiplin yang ketat dan skenario yang efektif. Ringkas kata, Juventus di tangan Motta sudah jauh berubah, banyak berbenah. 

Hanya saja, di banyak pertandingan ketika mereka sudah unggul, tak mampu menjaga kemenangan. Juventus kehilangan poin di pertandingan melawan tim-tim yang seharusnya bisa dimenangkan.

Jadi, saya kira, hastag #Mottaout tetap penting untuk mengingatkan bahwa situasi yang terus menerus inkonsisten sudah masuk deadline. 

Datangnya pemain-pemain belakang (yang masih muda usia) seharusnya bisa segera menutup lubang yang ditinggal oleh Bremer. Motta sudah memiliki banyak opsi sekarang.

Selanjutnya, dipinjamnya Randal Kolo Muani dari PSG adalah siasat yang penting. Ini memaksa Vlahovic tidak menjadi nama yang untouchable. 

Gaya mereka yang berbeda--Muani lebih banyak bergerak dari tengah--juga membuat variasi dalam menyerang lebih baik lagi. 

Di sisa musim ini, Juventus sudah tak bisa bolak-balik memenuhi pemberitaan karena ulasan dengan judul krisis di lini belakang. 

Last but not least, berilah Motta waktu selama masa kontraknya (sampai 2027). Biarkan pelatih muda ini bekerja dengan filosofinya, berjibaku bersama eksperimentasinya. Nanti juga akan datang hasilnya. 

Setidaknya, ingat saja kata-kata Pep Guardiola sesudah dibekuk 2:0. Orang Spanyol ini bilang (Bola.net): 

"Juventus adalah tim besar, mereka selalu seperti itu. Saya mengucapkan selamat kepada mereka, masa depan memang milik mereka." 

Fino alla Fine! 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun