Ketiga, hal yang positif sejauh ini, jangan disepelekan jika Motta membuat cara bermain Juventus berubah dari pakem-pakem sebelumnya. Sekarang ini, Juventus adalah identitas yang menghibur.Â
Juventus selalu ingin dominan, ingin membuat segala sisi dalam kendali dan kepungan. Bermain di kandang atau tandang, Locatelli, dkk tetap tidak kehilangan cirinya. Tidak ada lagi kembali ke setelan pabrik: bertahan total demi satu poin dibawa pulang.Â
Salah satu contohnya adalah saat tandang ke Inter yang stabil di era Simone Inzaghi. Mereka berani saling serang dan menahan imbang. Pertandingan berjalan ketat dan enak ditonton.Â
Demikian pula ketika mereka meremuk Man City di Allianz Stadium. Locatelli bermain dengan disiplin yang ketat dan skenario yang efektif. Â
Ringkas kata, Juventus di tangan Motta sudah jauh berubah, banyak berbenah. Hanya saja, di banyak pertandingan ketika mereka sudah unggul, tak mampu menjaga kemenangan. Mereka kehilangan poin di pertandingan melawan tim-tim yang seharusnya bisa dimenangkan. Â
Jadi, saya kira, hastag #Mottaout tetap penting untuk mengingatkan bahwa situasi yang terus menerus inkonsisten sudah masuk deadline.Â
Datangnya pemain-pemain belakang (yang masih muda usia) seharusnya bisa segera menutup lubang yang ditinggal oleh Bremer. Motta sudah memiliki banyak opsi sekarang.
Selanjutnya, dipinjamnya Randal Kolo Muani dari PSG adalah siasat yang penting. Ini memaksa Vlahovic tidak menjadi nama yang untouchable. Gaya mereka yang berbeda--Muani lebih banyak bergerak dari tengah--juga membuat variasi dalam menyerang lebih baik lagi.Â
Di sisa musim ini, Juventus sudah tak bisa bolak-balik memenuhi pemberitaan karena ulasan dengan judul krisis di lini belakang.Â
Last but not least, berilah Motta waktu selama masa kontraknya (sampai 2027). Biarkan pelatih muda ini bekerja dengan filosofinya, berjibaku bersama eksperimentasinya. Nanti juga akan datang hasilnya.Â
Setidaknya, ingat saja kata-kata Pep Guardiola sesudah dibekuk 2:0. Orang Spanyol ini bilang (Bola.net):Â