Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ketika Negara Mengadvokasi Dirinya Sendiri

21 November 2024   18:09 Diperbarui: 22 November 2024   07:19 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara kan memang (suka sekali menjadi) bagian dari masalah. Ini gak lucu blas!

Kedua, Negara (masih dengan N besar), seolah-olah mengangkangi dirinya sendiri. 

Yang punya otoritas, mereka. Yang mengelola sumberdaya (manusia, biaya operasional, dan korupsi-korupsinya) juga mereka. 

Yang memiliki seragam, juga mereka. Yang menegakkan sanksi, juga mereka. Apalagi yang menarik pajak, emang ada yang lain?

Mengapa bukan mereka ini yang dioptimalkan cara bekerjanya, sikap moralmya terhadap permasalahan publik? Mereka membuat kanal aduan baru lagi, di antara kanal-kanal yang sudah? Dagelan aja.

Ketiga, ketika Max Weber (21 April 1864 – 14 Juni 1920) menyusun teori tentang birokrasi sebagai konsekuensi dari perluasan jenis rasio instrumental, dia turut meramalkan "hukum sangkar besi" dari birokrasi. 

Sekurang atau setidaknya, ini bermakna birokrasi memiliki potensi berkembang sebagai organisasi raksasa yang efektif, efisien, bisa dikontrol, namun kehilangan kemanusiaan. Birokrasi memang mesin, bukan?

Belakangan, di negara baru merdeka/Poskolonial/Dunia Ketiga/Underdevelopment, birokrasi semacam ini malah berkembang menjadi patrimonial: birokrasi yang merestorasi kepatuhan dan pengawetan warisan feodalisme. Dan, militeristik. 

Birokasi patrimonial inilah yang menghidupi Orde Baru lalu diteorikan sebagai salah satu elemen regresif pembangunan. (Makanya) salah satu mandat Reformasi 1998 adalah membersihkan warisan ini, bukan model populisme baru berwujud kanal aduan. 

Jadi, ini mau ngapain, Mas?

Keempat, di dusun-dusun yang jauuuh dari Istana Wakil Presiden yang beralamat di Jl. Medan Merdeka Selatan., RT.11/RW.2, Gambir, Kecamatan Gambir, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10110; dari daerah yang tak punya sinyal, yang hidup dalam kegelapan sepanjang tahun, yang tak memiliki cukup sanitasi dan air bersih, kanal semacam ini seperti orang yang terbahak-bahak di tengah upacara kematian dengan langit yang gerimis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun