Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Kabut Berduri" dalam Kompleksitasnya

6 Agustus 2024   08:20 Diperbarui: 6 Agustus 2024   08:39 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film Kabut Berduri (Netflix, 2024) Via Tempo.co

Per 1 Agustus 2024, Netflix menayangkan film Kabut Berduri. 

Film ini disutradarai oleh Edwin, nama yang darinya film Posesif (2017) berhasil mendapatkan 10 nominasi di ajang Festival Film Indonesia di tahun yang sama. Di ajang bergengsi insan perfilman nasional ini, pria yang lahir pada 24 April 1978 meraih penghargaan Sutradara Terbaik. Di film yang sama, Putri Marino juga meraih penghargaan sebagai Aktris Terbaik. 

Edwin adalah nama yang juga menyutradarai Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (2021), dimana Reza Rahardian bermain sebagai aktor pendukung. Bagi Edwin sendiri, film yang diadaptasi dari novel Eka Kurniawan ini menghasilkan penghargaan bergengsi, Golden Leopard, di ajang Festival Film Internasional Lacarno ke-47. Selain itu, membawanya kembali meraih Piala Citra kedua di ajang Festival Film Indonesia ke-42 (2022).

Dari keterangan yang ringkas di atas, boleh dikata, sentuhan sutradara kelahiran Surabaya ini adalah jaminan bagi film berkualitas. 

Celakanya, jaminan mutu itu bukanlah alasan yang merawat rasa penasaran saya manakala melihat Kabut Berduri mulai tayang di Netflix (dan sekarang berada di peringkat satu 10 Film Teratas Indonesia hari ini). Sebelumnya, saya malah tak paham siapa Edwin.

Keterpenasaran saya dipicu oleh perasaan akrab yang tiba-tiba saja menyergap. Pembuka film ini adalah adegan pada di warung kopi di tengah perkebunan sawit berkabut. 

Lantas ada mayat yang jatuh di atapnya, dengan kepala yang lepas di tanah. Ada apa?

Para Pemeran  Film Kabut Berduri (2024) | Kompas.com
Para Pemeran  Film Kabut Berduri (2024) | Kompas.com

Para Pemain. Putri Marino kembali melakoni peran utama sebagai Sanja Arunika yang berpangkat Ipda. Yoga Pratama berperan sebagai Thomas, pemuda lokal yang menjadi polisi dan partner Sanja selama penyelidikan.  

Lantas ada Lukman Sardi yang menjadi Ipda Panca Nugraha, bos dari Sanja dan Thomas. Beberapa nama lagi seperti Yusuf Mahardika (Silas), Siti Fauziah (Umi), dan Yudi Ahmad Tajudin (Bujang). Dan, ini yang tak kalah penting, kehadiran Nicholas Saputra sebagai Komandan Batalyon. Nicholas cuma jadi cameo di sini.    

Sinopsis. Kabut Berduri berdurasi tayang sekitar 1 jam 51 menit. Berfokus pada usaha seorang detektif yang dikirim dari pusat untuk memecahkan serentetan kasus pembunuhan misterius.  

Kasus pembunuhan tersebut terjadi di wilayah perbatasan dua negara serumpun, Malaysia dan Indonesia di Kalimantan Barat.

Lanskap kehidupan di sana, selain oleh tutupan monokultur perkebunan sawit, sisa tutupan hutan yang terdegradasi, akses jalan tanah dan karang, lalu sungai dengan permukaan air yang sesekali tenang, tampak menghitam karena tanah gambut di dasarnya. 

Semua tampak sederhana, tenang sekaligus misterius. Namun kita bisa merasakan hidup yang gelisah di sini. 

Ada yang tumbuh dalam ketegangan yang sewaktu-waktu bisa meledak. Demikian juga yang dialami Sanja Arunika sejak di hari pertama. 

Ketegangan yang tidak biasa, sebab kompleksitas yang membentuk ketegangan tersebut terikat pada hubungan-hubungan konfliktual yang berkelindan rumit dengan perselingkuhan dan persaingan kuasa lokal. 

Kondisi semacam ini pada akhirnya menyamarkan aktor kejahatan sesungguhnya, seringkali tak terbaca di permukaan. Sanja datang untuk mengungkap yang samar itu.

Pertanyaan kemudian, apa yang menjadi daya tarik utama dari Kabut Berduri? 

Saya merasa dua hal dapat menjelaskan daya tarik tersebut. 

Pertama, lanskap Kalimantan yang fragmentatif. Lanskap semacam ini dibentuk oleh dominasi perkebunan sawit yang menghilangkan tutupan hutan primer. Saat bersamaan, di pinggiran perkebunan, hidup masyarakat Dayak yang sederhana dalam rumah panjang dengan kekerabatan yang masih kuat. 

Lanskap yang retak semacam ini mengingatkan kepada hidup sehari-hari masyarakat Dayak Ngaju pinggiran sungai dan hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Katingan, Kalimantan Tengah. Seperti yang pernah saya abadikan pada tulisan berjudul Suatu Hari di Tampelas (05/12/2020).

Masyarakat di sepanjang DAS sangat bergantung pada pemberian hutan, baik berupa perikanan tangkap ataupun mengumpulkan hasil hutan bukan kayu, seperti madu atau getah jelutung. Termasuk melakukan perburuan dan menebang kayu untuk keperluan sehari-hari, tidak dalam skala yang raksasa. 

Sementara itu, bersisian dengan wilayah permukiman mereka yang tak luas juga kebanyakan tanpa layanan dasar yang memadai, pemerintah memberikan konsesi perkebunan sawit berukuran ratusan hingga ribuan hektar. 

Perkebunan sawit yang merefleksikan apa yang dibilang Vandana Shiva sebagai "monoculture of the mind", selain meluaskan pola hubungan kerja majikan dan buruh.

Hutan, yang menjadi sumber utama ketergantungan warga, sesungguhnya sedang berada dalam laju deforestasi dan degradasi serius. Sungainya pun tak luput dari pencemaran limbah logam berat akibat pertambangan tradisional.  

Lanskap semacam ini, secara pasti, kehilangan interaksi dan fungsi ekologisnya secara terus menerus; daya dukung ekosistemnya merosot, biodiversitasnya ditumbalkan. Bersamaan dengannya, proses marginalisasi ekonomi warga lokal ikut terjadi. 

Bagi saya, Kabut Berduri membawa penonton kedalam perjumpaan langsung dengan konteks lokal Kalimantan yang semacam di atas, bukan konteks yang direkayasa. Sebagai informasi saja, proses pengambilan gambar film ini menghabiskan waktu sekitar 5 minggu di pedalaman Kalbar.

Kedua, kompleksitas jalinan ceritanya. Di satu poros, penyelidikan Sanja Arunika yang gigih menuntunnya pada operasi bisnis hitam Panca Nugraha dan cukong lokal. Bisnis hitam ini melibatkan pula aktor dari masyarakat suku.

Bisnis itu adalah perdagangan manusia, khususnya remaja dan anak-anak perempuan dari keturunan suku-suku lokal. Kemiskinan membuat anak perempuan ini pergi jauh dari rumahnya. Otoritas institusi membuat para pelakunya seolah tak tersentuh hukum. 

Sedang di poros yang lain, orang-orang lokal dihidupi oleh gagasan tentang Ambong, sang roh penunggu hutan. Ambong dalam versi yang lain dikenal sebagai seorang pemberontak komunis dari organisasi Paraku yang masih berkeliaran di dalam hutan.

Ambong adalah percampuran dari harapan akan perlindungan dan keselamatan, di sisi lainnya, kemarahan dan pemberontakan.  

Karena itu, bisa dimengerti Ambong telah berkembang seolah Mesias, dia menjaga alam, melindungi warga lokal dan menyalurkan rasa sakit serta kemarahan mereka terhadap kekacauan yang diproduksi dunia modern. 

Maka beredarlah mitos yang populer jika korban-korban tanpa kepala, beberapa bertato yang mengingatkan pada kisah penembakan misterius di zaman Orde Baru, adalah tumbal dari kemarahan Ambong. 

Dalam versi yang lebih tua, penonton bisa merasakan bahwa korban tanpa kepala adalah pertanda (kembalinya) ritus Ngayau masyarakat Dayak--walau kaitan ini tak cukup dimunculkan Kabut Berduri. 

Secara umum, Ngayau adalah ritus perburuan kepala manusia (headhunter) yang digunakan untuk upacara adat. Kepala manusia diyakini sebagai simbol dari kekuatan supranatural dalam kepercayaan purba orang Dayak. Ritus ini sudah lama punah.

Sampai di sini, kita bisa melihat jika Kabut Biru adalah drama kriminal yang ceritanya berkembang dari pencampuran yang kompleks. 

Sumbunya adalah kemarahan orang-orang lokal yang kalah di pinggiran perkebunan, berhadapan dengan kejahatan perdagangan orang yang melibatkan aparatur kepolisian serta jejaring cukongnya. 

Sebagai aksi pembalasan dendam, kemarahan tersebut mengeksploitasi mitologi populer tentang Ambong, terutama spirit dan harapannya akan keselamatan. Serta mengingatkan pada ritus Ngayau yang telah lama punah. 

Pada akhirnya, penyelidikan Sanjana Arunika (memang) membawanya ke sebuah pabrik yang tak selesai dibangun. 

Di dalam rongsokannya, bukti-bukti dari serial pembunuhan misterius tersimpan. Ada sosok Bujang, seorang paruh baya yang dari mulutnya kisah Ambong dihidupkan.

Tapi siapa sang dalang sesungguhnya tak pernah benar-benar terkuak. Kabut masih tebal, duri masih pejal.  

Post-skrip. Andai ada yang menyimpulkan Kabut Berduri adalah film yang berat atau membingungkan, saya kira benar. 

Jika kita mengacu pada bagaimana kompleksitas kisahnya dibentuk oleh percampuran mitologi populer dan tradisi purba masyarakat Dayak, lanskap yang fragmentatif, serta jaringan kejahatan perdagangan manusia yang berlindung di balik tangan-tangan negara, maka cerita yang seperti ini adalah narasi antropologi yang rumit.  

Dan, persis di depan kerumitan itulah, Kabut Berduri memberanikan diri mengeksplorasi suara-suara dari masyarakat pinggiran.

Suara yang menandakan jika negara dan pembangunan bukanlah jalan keselamatan. Sebaliknya, keduanya adalah sumber kontemporer dari kekacauan, rasa sakit dan kemarahan masyarakat lokal. 

***     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun