Harap tersebut adalah keinginan yang mewah bagi seorang nomaden urban dengan laku berpindah dari asrama mahasiswa ke asrama yang lainnya.
Tapi sahabat yang datang dari Palu ini meminta ditemani tanpa tujuan khusus. Jadi kami berputar-putar dengan angkutan kota sembari mengukur Manado yang sedang menuju perayaan Natal.Â
Kau begitu indah untukku
Kau aku mencintaimu
Dan kau hancurkan isi hatiku
Kau… Â
Pada bagian reffrain ini, sahabat saya turut berdendang. Dari bibirnya mengepul asap putih yang dihembuskan keluar jendela.Â
Ia seperti video klip yang hidup, penghayatannya dalam. Jangan-jangan ia memang sedang patah hati dan perjalanan ini adalah usahanya menemukan ruang paling sesak dalam dadanya.Â
Saya tidak ambil peduli. Ini juga bukan pertama kali Kau bersenandung di sebuah mikro--penyebutan orang Manado untuk angkutan dalam kota--dan bukan pertama kali saya mendengarnya. Lagu ini termasuk sering diputar. Â
Tapi malam itu, di bawah langit Desember, suasana menuju Natal terasa lebih sendu. Ada yang patah, lantas hampa, tapi kita tidak benar-benar tahu dikarenakan apa. Kita hanya tidak ingin bicara..
Saya bersandar lebih dalam ke kursi mikro. Dan sahabat saya itu masih ikut menyanyi sambil mengepulkan asap pelan-pelan.
Lagu berjudul Kau. Dinyanyikan band Pilar. Kemunculan Pilar saat itu mewakili kecenderungan dari produksi lagu-lagu pop mewek yang isinya patah hari, perselingkuhan atau cinta ditolak.Â
Band ini pernah tampil di Dahsyat, RCTI. Lagunya diputar di radio lokal, selain di angkutan kota. Video klipnya bahkan diperankan Luna Maya dan Baim Wong. Tapi hanya sampai di situ.Â
Sesudah kemunculan Kau, tak ada lagi tembangnya yang dinyanyikan dari dalam angkutan kota. Dinyanyikan mahasiswa galau yang ketika bertemu gerimis, merasa kegalauan memiliki momentum pelampiasan. Dramatik!