Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

"Joki Strava" hingga Pertanyaan yang Tidak Selesai

9 Juli 2024   10:54 Diperbarui: 9 Juli 2024   16:15 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Joki Strava | KOMPAS.com/Galuh Putri Riyanto

Kesempatan untuk meraup pundi-pundi rupiah, akumulasi jejaring, dan dalam ruang ini, terjadi penebalan serta perluasan pengaruh secara signifikan.

Tentu saja, influencer tidak melulu berurusan dengan yang mendatangkan imbalan material. Termasuk di Indonesia dalam satu dasawarsa terakhir, kelompok mengambang ini sukses berkembang sebagai perkakas politik. 

Di tangan politisi yang lihai (dalam ungkapan Friedrich Nietzsche: politisi adalah yang bisa membagi manusia kedalam dua golongan, musuh atau perkakas), mereka berfungsi produktif terhadap bujuk rayu dan citra melayani dari kekuasaan. 

Walau seringkali, dalam batas yang sering tidak diperdebatkan, menjadi alat yang menguatkan kapasitas hegemoni, influencer tidak berwajah tunggal.

Di sisi yang konservatif, influencer sangat bisa jadi adalah bagian yang dimainkan untuk menghidupkan narasi positif terhadap kinerja buruk penguasa dan karena itu menyamarkan gerak pertentangan yang makin kencang di level jelata akar rumput.

Sedang dari arah sebaliknya, influencer bisa terlibat mendorong gerak yang makin massif dari kontradiksi sosial tersebut dimana negara atau kekuasaan politik dan ekonomi menjadi public enemy-nya.

Pendek kata, sevirtual-virtualnya ikatan yang dibentuk di antara influencer dengan pengikutnya, daya hidupnya dimungkinkan oleh deposit pengaruh dan kepatuhan. Situasinya rada rumit dan tidak serta merta diperoleh.

Lah, bagi mereka dengan kebanggaan diri yang palsu alias semu serupa para pelari berjasa joki Strava, apa yang dikejar sebagai pengakuan diri dan digital?

Anda mungkin memiliki kepuasan tertentu, sekalipun aneh, dengan intelektualisme semu yang berakar pada praktik plagiasi karya. Sekurang-kurangnya dalam kejahatan ini, Anda masih melakukan "praktik mutilasi teks", memenggalnya dari orisinalitasnya dan membuatnya seolah-olah Anda adalah otaknya. 

Sama halnya konten-konten yang seronok dengan ambisi menjaring pengikut besar (subscriber, persisnya). 

Tidak ada nilai apapun di seluruh yang Anda visualisasikan, sampah, tapi tetap saja Anda mesti membuat skrip, memilih model, mendesain background, merekam, dan mengedit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun