Pelatih berkepala plontos ini tetap menyertakan debutan muda yang sedang naik daun dari ranah domestik: Calafiori (22), Gatti (24) dan Fagioli (23)--tapi mengapa mesti menggeret bangkotan seperti Stephan El Shaarawy adalah perkara yang cuma diketahui Spalletti.
Kombinasi senior juara dan anggota baru membutuhkan tahapan yang disebut adaptasi dan penemuan chemistry.
Inilah inti perkara kedua. Skuad yang berubah, gaya yang sedang dalam ujicoba awal, dan musim yang jelas berbeda.
Kemudian, di tengah keterbatasannya, Italia kali ini adalah sedikit sekali bernuansa Juventus dan Milan--dua klub yang karena kontribusinya memberi pemain kepada timnas sampai dijuluki "la Fidanzata d'italia".
Bagi beberapa orang, tim ini terlalu Inter-minded. Namun, bagi saya, tak ada yang perlu dibesar-besarkan dengan opsi ini.
Inter Milan adalah juara domestik. Bastoni, Di Marco, Barella dan Darmian layak ada di sini.Â
Masalahnya adalah sesudah era Bonucci-Chiellini yang bermain bersama di Juventus bermusim-musim, Spaletti harus menciptakan sistem yang menguatkan senyawa di antara Bastoni dan Califiori atau Gatti-Califiori menuju edisi Piala Dunia 2026.Â
Mengapa ini menjadi sorotan? Ketika menjadi juara di Piala Dunia 2006, Italia punya Buffon di depan gawang serta Cannavaro dan Materazzi. Sedangkan di Piala Eropa 2020, kita sudah tahu siapa duet di garis belakang.Â
Pada pokoknya, tanpa terbangun senyawa yang kuat barisan belakang, Italia selalu akan berhadapan dengan nasib yang sempoyongan, selain kehilangan cirinya yang paling fundamental: seni bertahan tingkat tinggi.
Sekuat-kuatnya Italia berusaha menyerang, lini belakang adalah fondasinya. Ini adalah perkara ketiga.