Formasi ini akan lebih baik tidak dimengerti sebagai memasang dua bek, 5 gelandang dengan 2 sayap serta dua penyerang, jika dibaca dari belakang ke depan. Namun formasi ini semestinya dibaca dari sisi kanan ke kiri dan akan terlihat sebagai 4-1-4-1 atau 4-3-3.
Jika kita melihat bagaimana Bologna bermain, maka akan terlihat pergerakan yang dinamis antar lini, sebuah mekanisme kerja yang mengalir-cair (fluid), disamping operan pendek yang dinamis.Â
Dengan karakter gameplan yang semacam ini, Who Scored mencatat Bologna adalah tim kedua yang memainkan possession hingga 56,1% di Serie A, di bawah Napoli. Adapun akurasi operan mereka mencapai 86,4%. Mereka hanya jarang menciptakan sepakan ke gawang.
Ciri kedua adalah counter-pressingnya yang cukup dominan sebagai karakter utama. Situs analisis taktik sepakbola seperti The Coaches Voices menyebut jika kombinasi duel, tekel, dan intersepsi Bologna, per menit penguasaan bola lawan, merupakan yang tertinggi di Serie A musim 2022/23.
Ciri ini bisa kita saksikan saat Bologna ditahan imbang Juventus. Misalnya pada peluang pertama yang gagal dan pada proses terjadinya gol ketiga Calafiori, seorang bek yang bergerak dari belakang. Semua menandakan counter-pressing yang efektif.
Untuk kedua ciri ini, Motta dikatakan terpengaruh oleh ide Marcelo Bielsa dan Joachim Loew. Mengutip Footbal Coin yang mengatakan:Â
..Dari Bielsa, Motta belajar arti penting kepercayaan kolektif dan gagasan bahwa setiap pemain memiliki peran dalam serangan tim. Manajemen pemain Motta mendapat banyak pujian. Dari Loew, Motta mengambil konsep counter-press, yang melibatkan memenangkan kembali bola secepat mungkin setelah kehilangan...
Walhasil, Motta berhasil mendongkrak status Bologna di posisi klasmen. Klub yang berdiri sejak 1909 ini berada di urutan keempat dengan jumlah poin, jumlah kemenangan, imbang, dan kekalahan yang sama dengan Juventus.
Maka, menjadi terang mengapa Thiago Motta yang dipilih. Ia mengubah sejarah liliput di antara raksasa.
Sosok ini jelas diharapkan boleh merevolusi gaya Juventus yang defensif, monoton dan pragmatis; setidaknya sejak kepulangan Allegri di dua musim terakhir. Semusim yang bisa mengubah Bologna mengisyaratkan adanya kapasitas revolusioner tersebut, khususnya dalam mengembangkan kombinasi sepakbola menyerang dan kemampuan bertahan yang efektif.
Di samping itu, kemampuan mengorbitkan bakat-bakat muda juga ada pada Thiago Motta. Saat bersamaan, Juventus dari warisan Allegri sedang berada dalam jalur optimalisasi bakat muda produk akademi.Â