Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Pikiran-pikiran yang Bekerja di Sepanjang Jalan Braga

1 November 2023   10:19 Diperbarui: 5 November 2023   09:52 1442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan Braga | Dok: S Aji

Saya terus terkenang pada Manado. Di usianya yang memasuki 400 tahun, Manado bukanlah kota yang membentuk dirinya terlepas dari persaingan kekuatan kolonial, yang melibatkan Belanda, Portugis, dan Spanyol.

Manado yang awalnya adalah daratan kosong di pesisir teluk berangsur-angsur berubah menjadi kota administratif yang penting bagi kepentingan kolonial. Jejak-jejak peninggalan arsitektur kolonial maupun pemukiman yang menggambarkan kota tua itu sejatinya masih ada. 

Seperti gedung parlemen Minahasaraad yang terletak di depan Bank Sulut juga benteng Nieuwe Amsterdam yang berdekatan dengan kantor Poltabes dan pertokoan Jumbo di Pusat 45. 

Kedua gedung ini seperti terabaikan, bahkan pernah berfungsi sebagai pertokoan. Sementara di masa lalu, keduanya merupakan simbol dari perkembangan sosial-politik Manado yang semakin penting sebagai kota kolonial.

Dalam makalah berjudul Perkembangan Manado Masa Kolonial (1789-1945), Irfannudin Wahid Marzuki mengatakan bahwa Manado dalam laporan bangsa Eropa sebelum tahun 1600-an belum mengacu ke wilayah daratan Manado saat ini, melainkan Pulau Manado Tua yang terletak di Teluk Manado (Palar, 2009b). 

Selanjutnya, dikatakan jika lokasi awal Manado dikenal sebagai tumpahan wenang atau labuhan wenang, karena merupakan lokasi tempat orang-orang dari luar Minahasa berlabuh dan berdagang dengan orang Minahasa (Parengkuan et al., 1986). Perkembangan selanjutnya menjadi pelabuhan, sehingga orang-orang (Minahasa, Gorontalo, Eropa, Cina, India, Arab, Bugis, dan Sangir) datang dan menetap di sana semenjak abad XVII (Tumbel, 1996; Turang, 1979).

Akan tetapi, Manado di hari-hari sekarang ini, masih jauh dari menemukan caranya sendiri untuk mencapai keselarasan dari persandingan antara masa lalu dan kekinian. Manado terasa ingin sekali mengejar janji-janji masa depan namun memutuskan akar kultural-historis masa lalunya.

Kondisi semacam ini bisa dilihat dari realitas pesisirnya yang dijejali oleh pusat-pusat perbelanjaan supermodern. Kondisi yang merefleksikan kontrol yang nyaris total dari kapitalisme belanja dengan dorongan perburuan nikmat lebih yang genit. 

Sedangkan saat bersamaan, warisan arsitektural kolonial tidak cukup mendapatkan perlindungan yang patut, kalau bukan sedang dikorbankan. 

Walau begitu, saya tidak lantas mengatakan bahwa menemukan keselarasan antara warisan kolonial dengan kehendak urbanisme kekinian adalah sesuatu yang benar dalam tataran etika pembangunan. 

Ada banyak sekali tema yang mesti didiskusikan untuk menghadirkan kota yang melindungi semua lapisan sosial dan ekonomi, bukan kota yang semata melayakan diri bagi turisme dan konsumerisme. 

Tidak ada lagi yang bisa dikatakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun