Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Pikiran-pikiran yang Bekerja di Sepanjang Jalan Braga

1 November 2023   10:19 Diperbarui: 5 November 2023   09:52 1442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan Braga | Dok: S Aji

Saya menduga, cerita Dilan dan Preman Pensiun, sekalipun tidak menjadikan Braga sebagai lokasi utama pengambilan gambar menanam kesan yang kuat, setidaknya, karena dua kekuatan yang melekat kepadanya. 

Pertama, jejak kolonialisme yang membentuk landmark Braga (dan Jalan Asia-Afrika) dalam wujud arsitektur kolonial menggambarkan masa lalu yang tetap memiliki tempat di masa kini; masa lalu yang dipreservasi. 

Masa lalu itu berhubungan dengan sejarah sebuah kota, asal-usul nama sebuah tempat, dan kisah yang menghimpunnya sebagai ingatan bersama. 

Sedangkan di sisi kedua, melalui produksi budaya layar (screen culture) semisal film dan sinema elektronik (sinetron) juga karya sastra populer, orang-orang hari ini terhubung dengan satu daya tarik yang sangat kuat. 

Yaitu gagasan bahwa romantisme anak manusia adalah salah satu energi sekaligus alasan bahwa hidup yang tidak bisa menghindari kematian ini selalu layak dihargai. Dengan romantisme, dangkal atau berkelok-kelok, dunia manusia adalah semesta yang harus dilindungi.

Dari persilangan "dua kekuatan" ini, saya merasa Bandung adalah sebuah tempat di mana masa lalu diusahakan selalu selaras dengan produksi kesenangan dari sistem selera hari ini. Penyelarasan ini tidak lantas berarti menghilangkan proses diseleksi ulang (baca: penyingkiran) dalam kontestasi kapital, agar bisa survive dalam produksi ruang. 

Saat bersamaan, mungkin kita bisa mengatakan jika warisan landmark kolonial dan produksi budaya layar serta digitalisasi yang menyertainya telah secara efektif membentuk dan mereproduksi daya tarik turisme urban. Tentu saja, keduanya bukanlah penentu satu-satunya. 

Mereka hanya fungsional sejauh berkelindan dengan perkembangan gaya hidup konsumsi, khususnya yang dihadirkan oleh kedai kopi dan restoran. Atau semacam "perburuan nikmat lebih" di tengah warisan kota-kota kolonial.

Dengan kata lain, Jalan Braga lebih dari sekadar bujuk rayu kesenangan yang diproduksi oleh video-video pendek di Instagram, Tiktok atau Youtube.

"Filosofi Kopi" di Jalan Braga | Dok: S Aji

 Manado, apa kabar?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun