Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Jati Kumoro dan Kesan-kesan Kepadanya

8 Mei 2022   14:30 Diperbarui: 9 Mei 2022   18:45 1368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

7 Mei 2022. De Kils Difa mengirim inbox di akun twitter saya. 

Sekitar pukul 16:29 WIB, mas Jati Kumoro dikabarkan telah berpulang ke rahmatullah. Anak perempuannya yang mengabarkan. Satu pesan panjang menjelaskan kondisi kesehatan mas Jati yang terus menurun. Kondisi yang kompleks dan berat. 

Kabar ini bikin saya terkejut dan bersedih. Saya memang masih memendam keinginan bertemu langsung dengan mas Jati di Kotagede, Yogyakarta. Sebelum pandemi merebak, saya pernah berada di Yogya, membuat janjian, namun belum bisa bertemu di hari itu. Saya berharap di suatu hari kelak. 

Sebelum mas Jati wafat, saya pernah berada satu grup WA. Tapi belakangan saya merasa harus membatasi diri dengan dinamika informasi dan percakapan di grup-grup WA. Seperti menanggung perasaan lelah. Selain pertanyaan, apa fungsi saya di situ, hiks.

Mas Jati terakhir menulis 10 bulan yang lalu. Persisnya di tanggal 9 Juli 2021. Totalnya ada 614 artikel yang tulisnya sejak 10 Januari 2013. Umur akunnya hanya berbeda beberapa hari dengan saya yang menetas pada 17 Februari 2013. Dari jumlah artikel itu, mas Jati meraup 539,601 views.

Saya menulis 789 artikel dalam masa 2013-2022 dengan tingkat keterbacaan 659,899 views. Intensitas saya juga lebih tinggi namun keterbacaannya tidak lebih baik dari mas Jati. 

Oke, angka-angka ini mungkin tidak lebih dari statistik yang dicatat mesin. Dia tidak cukup sebagai rujukan dan tidak menjelaskan kondisi-kondisi yang lebih "emosional" atau manusiawi. Kondisi yang melampaui ukuran-ukuran yang menjadi standar.

Apa yang khas dari seorang Jati Kumoro yang foto profilnya wajah seekor kucing?

Memang saya tidak memiliki kenangan yang khusus dengan mas Jati. Saya, atau semua Kompasianers (K'res) yang merasa dekat dengan beliau, kini hanya bisa mengunjungi jejak yang abadi di kanalnya. Saya cuma punya satu artikel untuk mengenangnya.

Sekali waktu, di tahun 2015 pada 23 Desember, saya menulis satu artikel yang menceritakan kekaguman terhadap Jati Kumoro. Artikel yang picu oleh artikel mas Jati yang berjudul Bapakku, Geertz dan Aku. Artikel saya itu berjudul Jati Kumoro di Mata Saya.

Artikel saya dan mas Jati itu diikat oleh sosok bernama Clifford Geertz, seorang antropolog sekaligus Indonesianis. 

Saya menggunakan kesaksian mas Jati yang diminta ayahnya mengumpulkan karya-karya sang antropolog sebagai latar dari cerita saya bertemu dengan karya-karya antropolog yang wafat 30 Oktober 2006. Tapi perasaan dekat ini tidak berhenti di sini.

Namun, barangkali poin paling pokok di artikel tersebut adalah kesan saya bahwa:

 Jati Kumoro agak berbeda, warna sosio-kulturalnya makin nendang dengan pelukisan sejarah, khususnya narasi kerajaan, Wayang dan Keris selain humor-humornya yang bermateri seksualitas manusia.

Di lapak mas Jati, saya kira kita bisa membaca artikel sejarah, cerita pewangan, horor, dan humor-humor yang membuatnya dilantik sebagai "King of Habul (KoH)" oleh pakde Ahmad Jayakardi lalu diaminkan oleh sesama K'ers. Satu-satunya yang berhak mendapat penghormatan ini hingga akhir nanti. 

Saya (terpaksa) harus balik ke artikel yang sudah berumur 7 tahun itu. Demi mengenang lagi kesan-kesan saya dan beberapa K'ers yang muncul di laman komentar. Mari kita lihat kembali apa karakteristik mas Jati Kumoro di tulisan-tulisannya. Yang membuat kita akan selalu rindu tulisan-tulisannya.

Pertama, satu ciri yang sangat kuat dari mas Jati adalah humor-humornya yang sesekali menyerempat habul atau horor-horornya acapkali menciptakan keramaian kecil. Orang yang datang dan bertukar komentar selalu berderet-deret, seperti antrian mudik. 

Tapi humornya yang nyerempet habul tidak dikerjakan dengan sembarang. Seperti komentar bang Boyke Abdillah di lapak saya ketika menulis satu kekaguman singkat pada artikel yang berjudul Jati Kumoro di Mata Saya.

Katanya begini: Mas Aji, Jati Kumoro menurut saya juga seorang K'ner yang unik. Salah satu artikelnya yang saya sukai adalah tentang bagaimana ia membuat artikel humor habul. Menurut saya artikel habul karya dia memang unik, lebih berkelas karena memang kalau tak pandai-pandai bisa jatuh pada kategori porno. Seperti orang yang meniti di tepi jurang, kalau tak hati-hati akan terjerembab. Di situ saya sudah tahu kalau ia memang beda. Pantas mendapat gelar King of Habul. Yang hebatnya, dia tidak marah atau protes sama admin karena tulisannya tak satupun diganjar HL, HLt pun jarang. 

Sebab itu juga, rasa-rasanya, mas Jati mampu menciptakan kantung "pembacanya yang ideologis". Jati Kumoro seperti memiliki fans club yang terikat karena cerita yang tidak selalu baru namun sukses mengumpulkan keramaian. 

Kita bisa meraba kemungkinan ini dari komentar mba Ariyani Na di artikel yang sama di atas.

Katanya begini: jati kumoro kucing jambon... ??? sekali bikin tulisan serius ... sejarah banget, sekalinya nyantai gak jau2 dari kent** dan yang habul2....berarti mas jati emang guru di banyak bidang ya. 

Mba Ariyani Na tak salah simpulan. 5 Artikel terakhir mas Jati sebelum wafat berbicara sejarah, khususnya kerajaan-kerajaan di Jawa. 

Ciri lainnya yang kuat, kedua, adalah sikap tidak ambil pusingnya kepada penilaian admin. Perkara Artikel Utama, Pilihan atau HL (Hanya Lewat) hanya memusingkan akun-akun amatir, seperti saya. 

Sebagaimana sudah dikatakan bang Boyke dan ditegaskan oleh pakde Ahmad Jayakardi.

Jati Kumoro? Seorang yg sudah madeg Panembahan (Habul) yg tak lagi peduli urusan duniawi, termasuk HL di Kompasiana hihihi..... 

Rasanya bagi Jati Kumoro, kesibukan meraih predikat di Kompasiana justru menghilangkan aspek emansipatif dari menulis. Aspek itu adalah kemerdekaan bercerita. Menulis adalah menulis saja. Toh kita semua juga bukan siapa-siapa.

Satu lagi yang saya kira penting adalah kehadiran Jati Kumoro yang selalu tampil biasa-biasa saja. Namun di dalam ke-biasa-biasa-sajanya itu, dia memiliki ketrampilan yang khas. 

Ketrampilan menulis yang membuat pembacanya menemukan humor yang segar atau cerita sejarah yang dikerjakan dengan cukup teliti walau "seringkali nggantung". 

Seperti kata-kata om Felix Tani yang berkomentar seperti ini. Halo Mas Aji, kalau tak salah duga, Mas Jati itu ahli folklor, makanya jago menulis humor habul, hehehe, salam. 

Ada banyak kawan-kawan K'ers yang merasa kehilangan dengan berpulangan mas Jati. Apa yang tertulis di sini hanyalah segelintir kesaksian saya dan beberapa rekan yang terekam di artikel berumur 7 tahun itu.

Semoga Allah SWT mengampuni, memudahkan dan memberi sebaik-baiknya tempat di sisi-Nya. Selamat jalan Mas Jati Kumoro. Mohon maaf belum bisa berjumpa.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun