Tapi Stenly, salah satu anak muda, cerdas dan vokal menolak kekhawatiran saya. Mereka kompak memilih maju terus. "Justru karena komedi itu, banyak orang akan datang membeli karcis. Kita bisa mengumpulkan banyak dana."
Benar juga, tapi..
"Lagi pula ini bukan yang pertama kali kan, Ji," terangnya meyakinkan. Sebelumnya kegiatan sejenis memang pernah di lakukan di lapangan sepak bola yang bersebelahan dengan kantor lama DPRD Propinsi Sulawesi Utara.
"Kali ini torang bekeng di Amurang."
 Jarak Manado-Amurang berkisar 66,7 kilometer. Dengan waktu tempuh sekitar 2 jam perjalanan normal. Amurang merupakan ibukota kabupaten Minahasa Selatan.
Maka pada hari Minggu yang cerah dan bersemangat, dengan sebuah truk, kami berangkat ke Amurang. Sepanjang perjalanan, ada peristiwa yang selalu membuat saya takjub hingga menulis ini.
Dalam perjalanan itu, salah seorang kawan tunanetra menjelaskan tempat-tempat yang kami lewati. "Skarang so lewat Kalasey kang, Ji." Sekarang sudah lewat Kalasey, kan.
Kalau tak salah ingat, yang menjelaskan tempat-tempat yang dilewati adalah om Herman Sondakh. Bagaimana cara om Herman menandai lokasi tertentu tanpa melihatnya?
Saya bahkan tergolong mahluk yang payah dalam menandai ruang agar tak tersesat. Om Herman jelas bukan satus-satunya yang memiliki keahlian ini di antara kawan-kawan tunanetra.
Beliau mungkin tak bisa melihat sesudah melewati masa kecil dan sering melewati daerah ini. Yang jelas, ingatannya begitu kuat.
Sesampainya di Amurang, mereka yang bermain mulai memisahkan diri ke dalam dua kesebelasan. Selebihnya mulai membagi peran.