Jangan-jangan sesuatu yang asing-sebagai-sesuatu-yang-eksis-di-luar-sana, di kepala sendiri merupakan kehadiran yang tidak pernah berani kita temui dengan pikiran yang terbuka. Kemudian ada negara dengan segenap kapasitas pengawasan juga pemberian hukum tiba, menegaskan keberadaannya, berusaha memberi kita rasa aman dan bangga yang kamuflastik itu.Â
Negara yang hadir (dan andai tak heboh di dunia maya, entah kemana) tampak sebagai "sang Mesiah" bagi kita yang terganggu dengan segenap tumpah darah keagungan nasionalistik atau demi seluruh ketimuran yang luhur itu (luhur? kamu yakin?) Lantas, kamu ada di sana, merasa sedang dibela kedaulatannya, harga diri, preferensi moral dan segenap keagungan sebuah bangsa.Â
Singkat kata, di depan kehadiran yang asing, kita seperti tidak berani menjadi manusia. Cenderung melarikan diri ke dalam kategori-kategori politik (dan moral) yang abstrak, gagah bahkan berhak memutuskan--kenapa ya? Tidakkah yang asing seperti begini yang perlu kita curigai di kepala masing-masing? Sebagaimana kamu mencurigai negara di kepalamu dalam puisi Aan Mansyur:
NEGARA
hatiku tidak
berhenti mema-
tahkan hatiku.
halo, tahun
berapa kamu
hari ini?
Bagaimana, Sobat?***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H