Protes ini soal kemuakan terhadap praktik akomodasionisme cum kompromisme yang lebih tampak melayani nafsu bagi-bagi kue, biar stabil-biar semua senang, biar keadaan tenang-tenang. Ketimbang sebagai bagian dari konsolidasi bernegara bangsa demi memajukan politik yang bermartabat.
Tapi masalah kita bukan cuma korupsi di masa pandemi, Cuuy.
Politik hari ini juga dipanasi oleh gelombang sektarianisme dan anarkisme sosial media yang mengancam prinsip dasar dari persaudaraan sebuah bangsa. Keadaban publik terancam, bukan saja keberadaan para pakar (Expert System). Nasib Negara Hukum gimana? Sudah lama sesak nafas, kali.
Jadi, karena ada serangan (yang akar serabut patologinya juga berkelindan dengan kemunculan negara kekerasan paska-kolonial) seperti itu terus kita mesti menahan diri tidak meluapkan kemuakan?
Kita tetap harus bersabar, bahwa kita masih dalam tahap konsolidasi. Saking ngebet sama konsolidasi, orang sakit terpapar Covid-19 pun patut saja dikejar kotak suara. Di atas itu semua, bukankah orang sabar terlatih kesal?
Institusionalisasi demokrasi kita belum sematang Amerika Serikat yang ketika melahirkan penyimpangan dan keganjilan kayak Donald Trump, berikutnya bakal dilengserkan secara damai dan fair.
Di sini, siklus menyimpang dari kekuasaan demokratis dikoreksi oleh prosedurnya sendiri. Tak bawa tentara atau adu mobokrasi (kecuali yang dilakukan Pentagon di Amerika Latin atau Timur Tengah).
Media massa kita juga lemah gemulai. Mudah silau sama sensasi, gosip dan jalan darahnya bersumber dari perburuan iklan. Belum lagi jantungnya dijaga oleh kuasa bisnismen yang menyaru politisi. Keberpihakannya tergantung musimnya apa dan sedang nge-blok kemana.
Lagipula, bukankah jelata menjadi absah keberadaanya karena kesediaan menanggung nasib sebagai alas kaki dari pasang surut zaman merdeka?
Sistem yang menjadi medan hidupmu memang disiapkan meraih kepercayaanmu dan meninggalkanmu dengan segala macam sumpah serapah tak berkesudahan.
Sudah mending dibangunkan fasilitas umum, layanan dasar, dan tunjangan-tunjangan di masa tua dan sakit. Sudah mending bisa sekolah dan meneruskan mimpi-mimpi wong sukses bin sugih.
Korupsi orang terdidik lagi rupawan? Ini hanya oli bukan mesin itu sendiri. Kamu juga gak ikutan antri berjam-jam dalam kerumuman demi uang ratusan ribu yang sekejap habis buat beli rokok dan permen itu kan? Ada jutaan orang gak seberuntung kamu, wahai Social Justice Warrior kambuhan dan buzzeRp garis membela-yang-piara! Gak usah banyak frooteess! Lho, ini kok jadi kemana-mana?