Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Teknologi Melawan Lupa Ala Kompasiana

23 Oktober 2020   09:14 Diperbarui: 23 Oktober 2020   10:40 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12 Tahun Kompasiana | Kompasiana.com

Tentu saja, apa yang selalu subjektif dari kenangan tidak melulu mengenai bercermin di depan tulisan sendiri. Di Kompasiana, kau boleh bercemin pada banyak tulisan. Termasuk, belajar untuk melihat bagaimana sebuah kenangan dimutasikan kedalam teks yang mengabstraksikannya ke sistem makna tertentu, boleh berupa cerpen atau puisi. Atau berupa catatan-catatan humaniora dan politik. 

Walaupun sekarang saya lebih ngirit berselancar ke kanal politik, becermin di tulisan Kompasiner yang lain tetap saja membantu memperbaharui peristiwa-peristiwa faktual atau sudah pandang berbeda atas tafsir situasi. Selalu ada dialog di sana, termasuk ketika tulisan itu berupa puisi pendek dengan permainan bahasa yang rumit. 

Dialog adalah bagaimana kita mengerti peristiwa, tempat, dan orang-orang dalam pergulatan makna orang lain. 

Dalam praktiknya, pengalaman dialog itu bisa terjadi seperti ini. Pada tulisan-tulisan kompasianer tertentu, kita menemukan sesuatu yang bikin kita boleh betah. Bikin kita merasa sedang diwakili. Atau bikin merasa ada yang tidak sungguh-sungguh tidak kita mengerti dari sehari-hari. Padahal kita hidup di dalamnya bertahun-tahun lama. 

Ini juga bagian dari bagaimana teknologi melawan lupa itu bekerja. Sesudah fase pengarsipan digital dimulai secara berjamaah. 

Barangkali pertanyaan penting yang tidak khas untuk Kompsiana adalah di usia 12 tahun, bagaimana teknologi melawan lupa seperti ini berhadapan dengan perburuan klik dan perang melawan hoaks? 

Apakah "teknologi melawan lupa" yang berangkat dari cerita-cerita pribadi gaya kompasianer boleh memberi bantuan terhadap narasi hidup berbangsa dan bernegara yang tidak pernah sepi dari perseteruan (bodoh) politisi, kekerasan vertikal, diskriminasi dan ketidakadilan hingga provokasi yang mengawetkan relasi asimetris antar anak bangsa?

Saya kira, potensi seperti itu akan selalu tersedia. Bahkan mungkin kehadiran suara-suaranya jauh lebih penting bagi percakapan digitalisme yang lebih sehat. Karena berangkat dari kesaksian tertulis orang-orang biasa, dari warga negara di pinggir jalan ia semestinya memberikan keanekaragaman maknawi. Saya dari awal percaya pada kondisi ini.

Sikap dan keyakinan ini sudah pernah saya sampaikan ketika Kompasiana masih memiliki saudara bernama Kompasiana TV. Saya menulis bahwa:

Bagi saya, pada dunia yang berlarian (runaway world) seperti ini, ketika keyakinan-keyakinan lama dibanting-bongkar-tinggalkan dan kesadaran manusia menjadi arena bagi bermacam modus operasi dari nilai-nilai baru, menghidupan pluralisme gagasan dan kritisisme kewargaan adalah juga sebuah 'pertarungan politis'. Pertarungan politis dalam pengertian wujud usaha bersama/kewargaan menentang dan melawan segala operasi kuasa yang hendak memanipulasi kesadaran dan mencari untung ekonomi atas itu semua dari segelintir orang. 

Anda bisa memeriksa keutuhan pendapat di atas dalam artikel berjudul Dari Undangan Diskusi di Kompasiana TV, Memaknai Esensi bukan Sensasi! yang diunggah tahun 2015.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun