Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Teknologi Melawan Lupa Ala Kompasiana

23 Oktober 2020   09:14 Diperbarui: 23 Oktober 2020   10:40 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12 Tahun Kompasiana | Kompasiana.com

Lebih drama dari itu, saya tidak pernah bertahan selama ini sejak memilih hijrah dari menyimpan cerita di dalam Catatan Facebook. Atau sebelumnya bermain di rumah blogspot yang sepi. 

Lalu apa yang saya kenang untuk tujuh tahun itu? 

Apakah saya pantas mengenang sesudah di tahun ke-9 usia Kompasiana, saya menulis artikel yang judulnya saja sudah merasa diri ruwet: [9 Tahun Kompasiana] Kenangan dan Pergulatan Subyek? 

Benar saat itu sedang lomba. Dan tulisan saya tidak lebih dari curhat panjang yang dijejali dengan lagak mengajak bermenung. Salah satu kalimat panjangnya yang bikin saya sendiri terkejut-kejut (saat sekarang) adalah: 

Tumpukan teks atau perpustakaan digital ala Kompasiana telah menjadi gazebo bagi permenungan diri. Ini semacam fungsi positif kenangan dimana ketika menjadi teks, ia membantu penulisnya melakukan perjalanan pikiran yang trans-ruang dan waktu. Secara praktis, ini terjadi ketika saya membaca ulang tulisan-tulisan sendiri, melihat kembali gugusan ide dan suasana batin serta konteks faktualnya, dan menemukan seperti apa saya di sana. Mungkin saya terlalu emosional atau justru dingin berjarak dengan peristiwa dimana saat bersamaan, kebanyakan orang justru gaduh. 

Kini, sesudah 12 tahun usia Kompasiana, percakapannya bukan lagi perihal kenangan itu selalu aktif. Bukan lagi bahwa membicarakan kenangan aktif yang seperti ini melulu sentimental.  

Sesuatu yang sejatinya telah tersirat di sana adalah pada keaktifan kenangan yang disalinrupa menjadi catatan-catatan di Kompasiana, ada kesempatan dan jalan ziarah diri dan zaman tertentu. Kesempatan dan jalan bagi ziarah diri ini bukanlah sesuatu yang muluk-muluk atau mewah. Dia tidak memerlukan laku spiritualitas tertentu yang ketat dan melelahkan. Apalagi dukun-dukun digital yang dihidupkan untuk menambang konten belaka. 

Yang dilakukan di sini adalah bergerak dari tekstualisasi terhadap yang abstrak, memberi kata pada makna.

Dari "laku memahami kedalam" seperti ini, boleh dikata Kompasiana sebagai teknologi pengarsipan digital telah membantu diri tidak tercerabut dari pasang surut masa dan ingatan-ingatan pendek gaya manusia digital. 

Kompasiana bekerja seperti"teknologi yang melawan lupa" dan membuat saya selalu bertahan di tengah protes dan kekecewaan terhadapnya.

Akan tetapi, soal melawan lupa dengan menziarahi ingatan sendiri bukanlah satu-satunya alasan tetap bertahan itu. Saya kira, pernyataan ini juga tidak meleset-meleset amat dari kesaksian Kompasianer's:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun