Perjumpaan yang biru itu mula-mula karena ruang kotanya yang diikat oleh banyak persilangan jalan, membentuk perempatan dan di dalamnya ada banyak taman-taman. Selintas, Kuala Kapuas menyerupai suasana kota Sampit yang juga merupakan salah satu pusat pertumbuhan ekonomi (perkebunan) di Kalimantan Tengah.Â
Namun suasana jalan dan perempatan di sini lebih terasa bersih, tertib, dan tertata. Sepanjang jalan, saya sering menjumpai pengendara kendaraan roda dua yang tertib. Bukan saja sabar di depan lampu merah, mereka juga betah menggunakan helm dan masker.Â
Perjumpaan yang terasa klise dan basi. Akan tetapi kalau kamu baru saja berada di Bogor lantas melewati Jakarta untuk tiba di Cengkareng, apa yang ditampilkan penduduk Kuala Kapuas adalah pemandangan sosial yang sejuk.Â
Sesuatu yang membuatmu merasa di pinggiran, manusia masih ada.Â
Taman-taman dan jalan yang mulus lagi bersih, bagi saya, lebih mewakili usaha-usaha merawat ruang hidup yang humanis. Melampaui kepentingan meraih Adipura, misalnya, kota kecil yang seperti ini terasa ingin merawat rasa betah warganya. Ekonominya mungkin tidak tumbuh pesat, seperti (yang disangka) dengan membangun pusat belanja dimana-mana.Â
Tapi, sejak kapan gaya hidup belanja berbanding lurus dengan kesehatan jiwa sebuah kota?
Saya memang tidak menjelajahi jenis-jenis kuliner yang bertahan maupun yang mengalami kebaruan di kota ini. Termasuk saya tidak bertemu dengan gerai-gerai fast-food mancanegara selevel McDonald atau Pizza Hut. Saya juga menghindari nongkrong di kafe-kafe kecil karena pandemi. Hanya sempat mampir ke warung bersuasana Banjar yang terletak di pinggir sungai. Sayang, lupa namanya.Â
Di warung ini, saya memesan ikan Nila bakar dan sayur asam serta sambal buah, menu yang tersedia di seluruh penjuru Kalimantan Tengah. Tidak unik, maksudnya. Perbedaannya bukan karena rasanya yang khas atau bagaimana disajikan.Â
Yang mengesankan karena saya harus menghabiskan ikan yang lebih besar (kira-kira dua telapak tangan orang dewasa) dari porsi nasinya. Kondisi seperti ini tidak saya temui di Palangkaraya, setidaknya di warung yang saya datangi.Â