Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

"Sarri(ball) Out" Saja?

9 Februari 2020   12:08 Diperbarui: 10 Februari 2020   15:20 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gelandang Verona, Sofyan Amrabat terlibat perebutan bola dengan gelandang Juve, Rodrigo Bentancur pada laga pekan ke-23 Serie A Liga Italia di Stadion Marc Antonio Bentegodi, Sabtu, 8 Februari 2020.(MARCO BERTORELLO / AFP)

Terima kasih, Verona!

Ronaldo baru bisa bikin gol di menit 65. Lantas, dalam 10 menit kemudian, Si Nyonya Tua berakhir dengan kekalahan ketiga di musim ini. Hasil akhir yang bikin shock.

Akan tetapi, saya sejatinya senang. Apalagi jika Inter nanti bisa menang. 

Kekalahan ini menunjukan "Juventus nan lemah gemulai itu masih saja eksis". Selain itu, Juventus dihukum VAR (video hands ball Bonucci di penghujung laga) dan Pazzini dengan sangat baik mengeksekusi penalti. Baguus!

Saya pun ikut senang, Matthijs de Ligt bermain lebih baik dibanding mentornya. Sekurang-kurangnya anak muda bek timnas Belanda ini mendapat rating 6,9. Memang ada sedikit miskoordinasi ketika Pjanic justru memberi assist ke Fabio Borini ketika de Ligt dalam posisi ketinggalan langkah.

Sejak kedatangannya, saya memang lebih suka menyaksikan de Ligt berkembang di barisan belakang Juventus ketimbang melihat Ronaldo terus membuat rekor di usia 35 tahun. 

Lantas respons apa yang ditunjukan Maurizio Sarri? 

"...If we want Juventus to win games, we cannot keep making errors caused by a superficial attitude." Demikian dilansir Football Italia.

Sarri bilang, kekalahan itu berakar pada jenis "Juventus yang superfisial". Kesalahan yang berulang hanyalah refleksinya saja.

Tiga kekalahan menunjukan DNA sebagai pemenang tidak lagi konsisten. Padahal saban hari latihan, saban waktu diskusi menyelesaikan masalah. Berusaha terus menerus mencari keseimbangan dan mentalitas antipencundang. 

Tim juga masih dominan dihuni para juara yang memenangkan 8 scudetto berturut-turut. Sedang ini sudah masuk paruh kedua musim. Masih belum ketemu juga "Juventus yang Sarri-ball itu"? Helloooo Tuan Sarri?!

Juventus dengan mentalitas yang bukan pemenang itu, kok awet?

Salah seorang komentator nasional pernah bilang jika di Juventus, Sarri kurang stylist. Gak kayak di Napoli. Atau, kamu boleh bilang jika di musim perdananya ini, ia akan (memilih) bermain lebih pragmatik. Penguasaan bola tetap menjadi intinya dengan umpan-umpan pendek (yang kadang-kadang muter-muter di tengah saja).

Ia memang mewarisi musim yang tidak sederhana dari peninggalan Mister Max Allegri.

Max, yang dicerca kala datang itu, bahkan berhasil melampaui warisan Conte yang meletakan Nyonya Tua ke level "superior" (domestik, sih).  Max Allegri yang, bagi Opa Lippi, tidak terburu-buru memasukan identitas permainannya ke dalam Juventus.

Maksud saya, jika klub asal Turin yang sudah berusia 123 tahun ini ingin beralih ke gaya menyerang nan indah menghibur-membanggakan-dan-menang-tentu saja,  sampai kapan memberi kesempatan kepada Sarri? Persisnya, dengan capaian sejauh ini, ukuran apa yang membuat Sarri masih layak di Juventus?

Saya juga tidak tahu. Jelas tidak paham! Dan tidak perlu terkejut juga jika di sosial media, ada banyak pemuja yang segera memasang hastag #SarriOut. 

Reaksi para pemain Juventus saat kalah 1-2 dari Hellas Verona pada laga di Marc'Antonio Bentegodi, Verona, 8 Februari 2020. /(Marco Bertorello/AFP) via skor.id
Reaksi para pemain Juventus saat kalah 1-2 dari Hellas Verona pada laga di Marc'Antonio Bentegodi, Verona, 8 Februari 2020. /(Marco Bertorello/AFP) via skor.id
Banyak juga yang herman tingkat dewa: kenapa Dybala dicadangkan? Mengapa masih saja bertumpu pada Higuain? Apakah Sarri tidak punya penerjemah lain di lapangan? Apa sih yang dia bicarakan dengan mereka yang berada di lapangan tengah agar sistem bermainnya bisa bekerja maksimal? 

Kebanyakan fans tidak ingin tahu apa yang tampak di pertandingan, dari layar kaca pula, hanyalah gambar kecil saja dari usaha-usaha yang tidak selalu terpantau. Andaipun saya membaca berita Juventus setiap detik.

Masalahnya, cinta kami harus dibalas dengan kebanggaan-kebanggaan, bukan patah hati!

Juga sebagai bagian dari masyarakat pemuja Juventus garis pinggiran, Juventus yang indah-menyerang itu adalah proyek yang penting. Namun mungkin Don Capello yang pernah bilang tidak ada yang lebih penting bagi Nyonya Tua selain kemenangan, sedang benar. Sarri tidak cocok di Juventus!

Pada capaian gelar, Sarri hanyalah coach level runner-up di tahun-tahun Conte bahkan Allegri berjaya di Serie A. Sarri jelas bukanlah tipe pembunuh pemainnya sendiri seperti Conte yang benci absolut dengan ketidaktotalan, namun sikap cenderung kalem (dan menyalahkan pemainnya, hiks) hanya akan diterima sepadan dengan Allegri jika berbuah konsistensi. 

Termasuk ketika memenangkan pertandingan dengan cara bermain yang buruk ditambah pertolongan dari keputusan-keputusan wasit yang kontroversial. Seperti saat mengalahkan Fiorentina dengan penalti kedua Ronaldo.

Bos Fiorentina, Rocco Commisso sampai bilang-kalau tak salah-"Sudahlah, Juventus sudah terlalu super untuk dibantu wasit!" Duhai. 

Walaupun saya juga setuju dengan Nedved jika narasi negatif untuk menyerang Juventus yang sejenis ini hanyalah pengulangan yang memuakan! Bisa jadi, bagi saya, serangan begini tidak lebih sebagai jenis pengalihan isu dari masalah internal para pesaing sendiri, weks  

Tiga kekalahan itu bukan hasil sepele. Bukan juga karena Inter berpotensi menyalib lagi. Ini perkara internal yang tidak elok dicarikan justifikasinya ke luar sana. Seolah Exist, mencari sebab serta mencari alasan, supaya tercapai hasratmu. Manis di bibir...(ahai).

Masalahnya, jangan pernah lupa jika deretan kegagalan juga bisa memicu Sarri mengatakan sesuatu yang "konspiratif". Sarri pernah bilang, "Kalau Juventus terus-terusan juaranya, Serie A akan ditinggalkan penikmatnya."

Saat itu dia membuat Napoli seperti riwayat Sisifus semata. Sebab tiga kekalahan ini, Sarri sudah mulai berani menyebut anak asuhnya bermental "Juventus yang palsu". Sesuatu yang jelas akibat belaka dari apa yang dikerjakan oleh sistem kepelatihan. Siasat pengkambinghitaman yang bukan lagi baru.

Kondisi inkonsisten begini juga bukan barang baru kok buat mantan Kekasihnya Italia ini.

Dalam sejarah modernnya, sebelum Conte datang dengan kerja kerasnya, tim ini adalah medioker. Calciopoli adalah konduktornya. Daftar nama-nama seperti Ranieri hingga Ferara tidak memberi cukup efek kebangkitan sepanjang musim-musim itu.

Dan kita tahu, perlahan-perlahan tim yang pertama kali juara Serie A di musim 1904/05 ini tampil sebagai yang selayaknya. Bukan saja di lapangan, namun juga sebagai perusahaan sepak bola.

Makanya, apa yang bisa disalahkan Sarri selain anak asuhannya sendiri?

Sementara para fans yang memang harus selalu sok tahu akan menjadi "konservatif". Alergi tingkat akut dengan kekalahan di tengah harapan melihat kecemerlangan Juventus dengan proyek barunya. Mulai tegas merasa bahwa Sarriball bukanlah opsi yang patut. Ujungnya, menuntut agar petinggi klub semestinya mendorong investasi sejarah dengan mendatangkan kualitas kepelatihan yang sudah terbukti.

Misalnya, tidak harus Klopp atau Pep Guardiola. Bawa pulang saja Zidane!

Saya kira, sampai saat ini yang bisa dikatakan adalah komentar yang klise. Selayaknya pengamat politik yang tidak menemukan teori lain terhadap kegagalan-kegagalan demokrasi mengatasi ketimpangan, diskriminasi dan ketidakadilan. Komentar seperti apa?

Tidak mudah melewati momen transisi, memang. Sarri hanya akan selamat jika Juara Serie A! Fans butuh bukti, bukan analisis-analisis. 

Seringkas itu, bukan? Wehehehe.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun