Pada capaian gelar, Sarri hanyalah coach level runner-up di tahun-tahun Conte bahkan Allegri berjaya di Serie A. Sarri jelas bukanlah tipe pembunuh pemainnya sendiri seperti Conte yang benci absolut dengan ketidaktotalan, namun sikap cenderung kalem (dan menyalahkan pemainnya, hiks) hanya akan diterima sepadan dengan Allegri jika berbuah konsistensi.Â
Termasuk ketika memenangkan pertandingan dengan cara bermain yang buruk ditambah pertolongan dari keputusan-keputusan wasit yang kontroversial. Seperti saat mengalahkan Fiorentina dengan penalti kedua Ronaldo.
Bos Fiorentina, Rocco Commisso sampai bilang-kalau tak salah-"Sudahlah, Juventus sudah terlalu super untuk dibantu wasit!" Duhai.Â
Walaupun saya juga setuju dengan Nedved jika narasi negatif untuk menyerang Juventus yang sejenis ini hanyalah pengulangan yang memuakan! Bisa jadi, bagi saya, serangan begini tidak lebih sebagai jenis pengalihan isu dari masalah internal para pesaing sendiri, weks Â
Tiga kekalahan itu bukan hasil sepele. Bukan juga karena Inter berpotensi menyalib lagi. Ini perkara internal yang tidak elok dicarikan justifikasinya ke luar sana. Seolah Exist, mencari sebab serta mencari alasan, supaya tercapai hasratmu. Manis di bibir...(ahai).
Masalahnya, jangan pernah lupa jika deretan kegagalan juga bisa memicu Sarri mengatakan sesuatu yang "konspiratif". Sarri pernah bilang, "Kalau Juventus terus-terusan juaranya, Serie A akan ditinggalkan penikmatnya."
Saat itu dia membuat Napoli seperti riwayat Sisifus semata. Sebab tiga kekalahan ini, Sarri sudah mulai berani menyebut anak asuhnya bermental "Juventus yang palsu". Sesuatu yang jelas akibat belaka dari apa yang dikerjakan oleh sistem kepelatihan. Siasat pengkambinghitaman yang bukan lagi baru.
Kondisi inkonsisten begini juga bukan barang baru kok buat mantan Kekasihnya Italia ini.
Dalam sejarah modernnya, sebelum Conte datang dengan kerja kerasnya, tim ini adalah medioker. Calciopoli adalah konduktornya. Daftar nama-nama seperti Ranieri hingga Ferara tidak memberi cukup efek kebangkitan sepanjang musim-musim itu.
Dan kita tahu, perlahan-perlahan tim yang pertama kali juara Serie A di musim 1904/05 ini tampil sebagai yang selayaknya. Bukan saja di lapangan, namun juga sebagai perusahaan sepak bola.
Makanya, apa yang bisa disalahkan Sarri selain anak asuhannya sendiri?