Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Patah Tumbuh Manusia di Balik Penemuan Kamus Oxford

27 April 2019   14:49 Diperbarui: 23 Mei 2019   19:17 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua anak manusia di antara ambisi, kegilaan dan keberanian melawan diri sendiri. Dari mana sejarah (seringkali) ditulis.

Tanah Inggris, sekitar pertengahan abad-XIX. Atau bilangan tahun 1800an.

Seorang lelaki setengah baya harus melawan hidup yang dikejar-kejar rasa bersalah hingga membentuk rantai delusi tentang pembalasan dendam. Rasa bersalah dari sisa-sisa masa perang, dari mereka yang pernah ia lecehkan.

Dan dia hidup seorang sendiri. Hanya kematian atau kegilaan yang boleh membebaskannya.

Hingga pada suatu malam, ia terpaksa membunuh seorang ayah, lelaki yang lebih muda darinya. Delusi pembalasan dendam dari masa lalu adalah yang memicunya: wajah seorang tentara desersi yang pernah ditandai pipinya dengan besi membara selalu datang menuntut impas.

Kini, ia telah membuat seorang perempuan muda menjadi janda dengan anak-anak yang masih kecil. 

Ia menambah daftar dendam yang baru, bukan saja menghadirkan duka baru. Ia makin terperosok ke dalam kubangan rasa bersalah yang berbahaya. Seperti keinginan untuk terus menyakiti diri sendiri sebagai aktualiasi dari penebusan dosanya.

Bagaimana mungkin, seseorang yang telah meluluskan diri dari brutalisme perang seperti lelaki ini boleh mengalami krisis diri sedemikian rapuhnya?

Tak bisa lain untuk menjawab tanya di atas. Sebuah rumah sakit jiwa atau tempat yang memadukan antara pengawasan dan kontrol terhadap jiwa-jiwa yang mengalami kekacauan kini disediakan sebagai laboratorium bagi penggalan cerita pendek hidupnya.

***

Sedang di tempat yang lain, seorang lelaki yang relatif seusia, hidup dengan kehangatan keluarga yang lengkap. Memiliki istri yang begitu lembut namun berkomitmen pada prinsip dengan keras kepala. Pun anak-anaknya, semua sedang dalam masa tumbuh tanpa ada guncangan defisit ekonomi.

Lelaki yang satu ini memiliki gairah yang menyala-nyala terhadap sains. Terutama pada kerumitah menyeluruh dari perkembangan bahasa manusia yang dilahirkan dari puak Anglo-Saxon.  

Lantas sebuah panggilan datang dari Oxford-sebuah tempat bagi elit cerdik cendekia. Sebuah tugas sejarah telah diputuskan, lelaki ini akan ditunjuk sebagai koordinator yang menyusun kamus. Kamus yang merangkum asal-usul kata juga perkembangan terkini dari variasinya di seluruh penjuru negeri yang menggunakan bahasa Inggris.

Dan dia berpikir membuka ruang partisipasi yang seluas mungkin bagi siapapun terlibat di dalamnya. Seperti misal, menuliskan kata tertentu dengan menyebutkan sumber kutipannya terus dikirim balik. Dari sana, ia menyusun seluruh entri kata dan berharap tidak ada yang terlewati.  

Dengan maksud lain, penelitian perihal asal-usul kata, pengertian, konteks pertama kali digunakan dan perubahan penggunaan hingga pergeseran maknanya itu dilakukan dalam satu model kolaborasi yang sebenarnya juga saat bersamaan sedang memberi peringatan akan batas-batas dari elitisme perguruan tinggi dan kaum cendekia.

Lelaki yang sedang mewujudkan proyek ambisius ini adalah Profesor James Murray. Sedang lelaki yang harus merelakan masa tuanya menjadi obyek dari pendisiplinan yang dihasilkan oleh perkawinan penjara dan sainstisme medis (= rumah sakit jiwa) di atas sana adalah Dr. William Minor.

***


Bermula dari kebutuhan akan buku.

Saat itu, William Minor meminta buku sebagai teman menyelamatkan pikiran dari serangan delusi. Secara kebetulan, pada buku pemberian opsir rumah sakit, James Murray bersama timnya telah menitipkan secarik pesan yang meminta keterlibatan warga dalam penelitian kata.

Bukan sembarang penelitian tapi juga penemuan bahkan peneguhan Bahasa Inggris dalam arti yang lebih filosofis dan politis. Inggris saat itu adalah sebuah imperium, jangan lupakan!

William Minor yang kelelahan melawan rasa bersalahnya ini ternyata menyimpan bakat sebagai penemu kata yang teliti dan pekerja keras. Ketekunannya berhasil menyusun banyak sekali entri yang beberapa di antaranya kesulitan ditemukan oleh James Murray dan asistennya.

Salah satu kasus yang paling menyedot ketegangan dalam kerja kolaboratif penemuan Bahasa ini adalah saat salah satu geng di Oxford ingin menyudahi kerja keras Murray karena pertimbangan bisnis-kamus itu memiliki bobot komersialitas yang rendah. Tentu saja, motif sebenarnya adalah ketidaksukaan personal pada Murray yang memiliki latar belakang intelektualisme "non-Oxford".

Saat bersamaan, Muraay dan timnya masih terhambat oleh asal-usul kemunculan kata "Approval" dan "Art". Deadline menjadi kata-kata yang kini bekerja sebagai terror. Si William-lah yang menunjukan dari mana kata itu muncul. 

Tapi drama kolaborasi ini bukan saja dibentuk oleh pertempuran antara kerja keras si professor dan dokter-cum-veteran berhadapan dengan perseteruan geng di dalam Oxford. Drama lain yang dijelajahi dalam cerita ini adalah perubahan hubungan Benci-benci lalu Rindu (BB-R) antara janda muda itu dengan transformasi rasa bersalah Wiliiam.

Singkat cerita, William hanya ingin agar uang pensiunnya diberikan kepada si janda agar boleh mengasuh anak-anaknya serta menjauhkan mereka dari kekurangan. Selanjutnya hubungan ini sekurangnya membentuk empat babak yang romantik.

Pada tahap pertama, tentu saja, itikad baik ini hanya menghasilkan kemarahan dan rasa benci. Pada tahap kedua, ketika kemiskinan dan penderitaan itu mendekatkan keluarga ini kepada malam natal yang menyedihkan, sang janda itu akhirnya mau menerima pemberian William yang menolak menyerah.

Pada tahap ketiga, kesungguhan William menebus rasa bersalah itu meluluhkan hati sang perempuan yang memutuskan bertemu dan pelan-pelan mendorong terciptanya dialog dua jiwa, yang bukan saja intens tapi juga intim.

Pada tahap berikutnya, keduanya tak bisa menghindar dari takdir jatuh cinta, namun satu keputusan berdarah lebih dipilih William ketimbang membuat cinta itu sebagai pembebas dari kutukan rasa bersalah...duh.

Lantas? Udah? Udah?

Maaf, film biopik atau cerita anak manusia di balik satu peristiwa penting sejarah yang lumayan asik tidak sesederhana itu jejalin ketegangannya, wahai penghuni negeri di koloni Marvel Cinematic Universe! Ups. 

Nonton sendiri laah...
***

Film The Professor and the Mad Man (Mei, 2019) yang mempertemukan akting Mel Gibson (James Murray) dan Sean Penn (William Minor), bagi saya, cukup menghadirkan kesan yang baik. 

Kesan itu, terutama sekali, tentang rekonstruksi atas sosok William yang bertarung melawan rasa bersalah dari masa perang. Tekanan rasa bersalah yang menjadi tumbukan bagi pelahiran delusi. Di kepala William, melupakan bukan saja kemustahilan. Lebih dari itu, kesadarannya serasa hanya hidup dalam labirin  yang porosnya adalah kesalahan masa lalu.

Bahkan ketika sang janda hadir dengan kasih sayang yang mulai pelan-pelan membebaskan diri dari labirin itu, William tetap tidak bisa memilih jalan kebahagiaan di penghujung hidupnya. Tidak lagi ada cukup waktu bagi cinta perempuan yang bisa memulihkan, sepertinya begitu. Walau begitu, minatnya yang kuat akan pengetahuan dalam urusan "menemukan kata-kata" sejatinya adalah energi besar yang mampu berdiri dan melawan serangan delusi yang membuatnya tak terkontrol dan cenderung menyakiti diri sendiri. 

Ini sama mengatakan jika sumbangsih luar biasa William dalam proyek kamus Oxford di periode awal adalah bentuk perlawanan diri terhadap penderitaan mental sendiri.

Heroik sekaligus tragik! Sebuah manifestasi perlawanan yang akbar.

Saya harus mengakui bahwa (lagi-lagi) Sean Penn membuat sosok William Minor yang menimbun rasa sakit luar biasa dalam tubuh sepuhnya itu tampil alamiah bersamaan akting Mel Gibson yang cukup sukses menambah nuansa drama biografi. Kombinasi yang mendapat rating 7,5 di IMdb.

Dan, rasanya sejarah selalu akan bercerita, di balik peristiwa besar, selalu ada komitmen manusia yang bertarung melawan tendensi-tendensi perusak dirinya sendiri.  

Sejarah patah tumbuh anak manusia.      

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun