Jason eh Jonas berhasil menghabisi hidup si Meg terakhir. Meg yang paling besar dan brutal. Semua berakhir bahagia. Walau ada kolega yang mati, itu hanyalah pengorbanan dari sesuatu yang lebih luhur: menangnya manusia atas hiu!
Manusia masihlah pemenang atas keputusan dan konsekuensinya. Tuan atas ambisi-ambisinya.
Saintisme sebagai Asal-usul Teror (?)
Saya tidak pernah membaca novel Meg: A Novel of Deep Terror, sebab itu tidak bisa membandingkannya dengan apa yang bercerita dalam bentuk film. Satu yang jelas, dalam konteks film tentang serangan hiu, The Meg cukup mulus memberi ketegangan.Â
Si Meg benar-benar terlihat besar, brutal dan mengerikan. Ia berhasil tampil sebagai hiu yang marah dan terluka karena dunianya yang terancam. Sukses hadir sebagai monster yang disangka telah musnah seiring hukum evolusi. Monster yang muncul sebagai bentuk arus balik perlawanan terhadap ambisi ilmu dan uang dari dua wakil kemajuan peradaban manusia.Â
Si Meg bahkan lebih bagus dari akting Jason Statham yang kembali citra kebapakannya dieksploitasi ketika beradu akting dengan anak perempuan Sunyin Zhang yang berusia 8 tahun.
Pun dengan bentang lautan (seascape) yang selalu tampak perkasa dan menyisakan rasa kerdil di dasar hati. Terlebih ketika melihat anak manusia yang kocar-kacir dalam kengerian sesudah si Meg muncul yang menghancurkan apa saja yang mungkin dijangkau.Â
Seperti penegasan bahwa alam raya selalu menyimpan kebuasaan ketika keseimbangan hidup diguncang oleh ambisi yang meletakan mausia sebagai satu-satunya yang harus dilayani.Â
Semacam antroposentrisme yang infantile. Â
Karena itu juga, oleh antroposentrime yang angkuh ini, urusannya berpindah kepada perkara yang sama berbahayanya.Â
Yakni perihal sains yang berkembang menjadi agama baru manusia modern dimana semua hal hanyalah obyek dari penyelidikan, bahan baku bagi penemuan cabang-cabang pengetahuan manusia semata-mata. Tidak manusia, tidak alam raya. Tidak ada yang luput dari ambisi penelusuran ilmiah.