Karena itu juga, saya menjadi hadeeh sendiri saat melihat Tom Hardy menjadi tubuh dari Venom. Atau lebih persisnya, bagaimana gagasan yang mengitari kemunculan Venom.Â
Venom adalah film superhero yang berasal dari Marvel Comics dengan sutradara Ruben Samuel Fleischer. Film berbiaya sekitar 100an juta dolar Amerika sudah dirilis sejak Oktober.Â
Di situs Internet Movie Data Base, film yang berdurasi 112 menit ini mendapat rating 7 dan wikipedia memberi tahu jika berhasil meraup untung sekitar 800an juta dolar Amerika. Capaian yang lumayan.
Tapi apakah Venom memang pantas lumayan, jika kita perhadapkan dengan beberapa kisah superhero, baik yang bersumber dari komik, novel atau legenda? Bagaimana cara membandingkannya? Â
Saya tidak akan melakukan kerja perbandingan yang ambisius itu. Namun ada satu cara untuk menunjukan status lumayan atau tidak lumayan sebuah narasi superhero.Â
So, mari kita ungkap gagasan yang melahirkan Venom. Gagasan yang menunjukan situasi krisis dan mengapa superhero dibutuhkan, mengapa ia lumayan atau justru membosankan.Â
Sekurangnya, saya menemukan tiga ide yang menjadi inti dalam cerita. Tiga yang...yah, begitulah..
Pertama, bumi yang sedang sekarat, oleh kelebihan populasi dan perubahan iklim-bumi yang bikin Thanos ngamuk-ngamuk tempo hari! Dunia seperti ini bukan saja tidak layak lagi dihuni oleh manusia, yang beranak pinak sejak zaman batu, feodal, modern hingga supermodern.Â
Dari zaman manusia hanya menulis pesan di dinding goa hingga pesan WAG yang menggunakan stiker, walau masih ada yang bertahan dengan Blackberry sih.Â
Bumi dalam Over-Population pun Climate Change itu tidak terlalu dijelaskan sebab-sebabnya. Satu-satunya yag berhak sebagai tersangka adalah manusia itu sendiri, dengan segala pemujaan pada rasio dan saintisme yang, sekali lagi, telah membunuh tuhan.Â