Film terbaru dari Jodie Foster ini bercerita tentang kehidupan masyarakat urban Amerika yang berada dalam krisis. Khususnya di Los Angeles tahun 2028 atau saat peringatan 100 tahun Sumpah Pemuda di Indonesia. Sebuah film bergaya Cyberpunk Thriller.
Krisis yang merupakan akumulasi dari dua disfungsi struktural. Yakni, rezim privatisasi yang memisahkan daulat publik dari kontrol terhadap sumberdaya air lantas menciptakan gelombang perlawanan sipil sedangkan yang kedua, rusaknya institusi penegak hukum, yang ditandai oleh dominasi kuasa tangan-tangan kriminal dengan kuasa yang berada pada level tak tersentuh (untouchable).
Hotel Artemis dibuka oleh cerita perampokan di bank Union Calafia, saat bersamaan, di luar sedang terjadi kerusuhan antara massa yang menentang monopoli penguasaan air. Di dalam bank, berderet antrian dari orang-orang yang hendak menyelamatkan kekayaan mereka.
Dalam antrian tersebut, salah seorang pria membawa pena yang menyimpan mutiara berharga. Di gagangnya, ada logo berlambang serupa kepala serigala, simbol yang merujuk sumber ketakutan di Los Angeles. Pena itu lalu diambil Lev, salah satu perampok yang kemudian terlibat baku tembak dan terluka parah.
Sherman membawa Lev, menyelamatkan diri ke hotel Artemis. Hotel yang merupakan kamuflase dari rumah sakit bagi kriminal sekarat atau yang sedang menyembunyikan dirinya. Kriminal dengan riwayat kejahatan kelas berat, seperti Sherman. Hanya yang terdaftar sebagai anggotanya yang boleh mengaksesnya.
Rumah sakit ini diasuh perempuan sepuh bersama seorang lelaki botak berbadan besar, Jean "The Nurse" Thomas dan Everest. Jean (Jodie Foster) adalah perawat dengan ingatan kesadaran yang traumatik. Jean hidup bergumul perasaan bersalah tak berkesudahan karena kematian anak lelakinya. Kematian yang menurut laporan polisi karena overdosis.
Sudah 22 tahun Jean mengasuh  rumah sakit super canggih bagi kriminal kelas elit ini. Semuanya berjalan sesuai prosedur, bersama ingatan tragik yang tumbuh sebagai poros kesedihan sekaligus ketakutan di setiap detik sadarnya.
Sudut pandang dan biografi Jean perlu diperhatikan sejak awal sebab jika Artemis yang dimaksudkan adalah dewi dalam mitologi Yunani, maka si Perawat inilah perwujudannya. Artemis adalah dewi yang merawat kelahiran/kehidupan, selain dikenal sebagai dewi Perburuan dan Alam Liar. Selain itu, apa yang menjadi ingatan tragik dalam hidup Jean sejatinya merupakan narasi kejahatan yang belum terungkap siapa master mind-nya.
Ketika Sherman membawa Lev, di Artemis telah ada Nice dan Acapulco. Nice (Sofia Boutella), perempuan pembunuh bayaran ini tidak sedang terluka parah atau menyelamatkan diri dari kota yang sedang rusuh. Sementara Acapulco, laki-laki dalam pemulihan dan ingin segera pergi.
Nice sedang menantikan sesuatu. Penantian yang belakangan menjadi kecemasan pada Sherman manakala mengetahui jikalau pena yang dibawa Lev itu terhubung pada Orian "The Wolf King" Franklin (Jeff Goldblum). The Wolf King adalah pusat lain dari produksi ketakutan, yang mengendalikan negara dalam fungsinya sebagai penjaga tertib sosial.Â
The Wolf King sedang terluka dan malam itu juga akan dibawa ke Artemis. Dialah pasien di daftar urut paling penting. Ya, dia juga adalah pemilik Artemis.
Sampai sejauh ini, Drew Pearce (sutradara sekaligus penulis naskahnya) sukses membuat saya terpaku pada sosok Jean-tentu saja karena ditopang kualitas akting Jodie Foster yang  dua kali meraih piala Oscar ini. Melihatnya sebagai perempuan, perawat sepuh dengan peran pemulih di tengah kerusuhan karena penguasaan barang publik oleh korporasi.
Saya menyangka, dalam kerusuhan skala massif karena "Water Wars"-kondisi global yang pernah diperingatkan oleh Vandhana Shiva-dengan peran pemulihan hidup terhadap kriminal. Kriminal yang memainkan peran layaknya Robin Hood di tahun 2028 itu.
Karena itu juga, Jean Thomas adalah Artemis yang merawat tubuh terluka dari satu sudut yang tidak pernah dianggap ada (menjaga kelahiran dalam arti yang luas). Semacam simpul tersembunyi yang menjaga kestabilan perlawanan kriminal kelas berat terhadap kekuasaan korporasi. Dengan kata lain, film berdurasi pendek ini (sekitar 94 menit saja) adalah kisah pemberontakan ekstra-legal melawan kapitalisme. Atau, katakanlah film ini sedang membicarakan kehadiran anarkisme jenis "Direct Action" terhadap imperium Digital Capitalism.
Anarkisme yang menganut jalan serangan langsung ke inti pengaturnya: pembinasaan para pemilik modal. Tak ada dialog apalagi kompromi. Dunia hanya bisa diselamatkan oleh kematian para pengendali moda produksi ini.
Tapi Pearce tidak bermaksud se-ideologis begini. Pelukisan krisis yang dikesankan sejak awal film malah terlihat serupa dunia yang terpisah.Â
Hotel Artemis memang memberi latar besar bahwa ledakan kekerasan berakar dalam sistem yang eksploitatif, yang merawat dehumanisasi dan ketimpangan akses sumberdaya ekonomi. Dengan maksud lain, menggambarkan bahwasanya kegagalan sebuah sistem menangani krisis mudah bermutasi menjadi panggung bagi "legalisasi kekerasan".
Namun, di film debutan ini, Pearce pada dasarnya lebih berfokus pada usaha Jane Thomas membebaskan diri dari ingatan tragiknya. Lebih sebagai usaha seorang ibu yang berjuang memaafkan masa lalunya lantas mengabdikan diri pada kemanfaatan kemanusiaan yang lebih besar.
Hal mana tercermin dari pertemuan antara Jean dengan seorang polisi perempuan yang cedera karena benturan dengan para perusuh dan dialognya dengan si Wolf King. Polisi tersebut adalah sahabat masa kecil anaknya. Jean membawa polisi ke dalam Artemis-tindakan yang melawan aturan-dan menyembuhkannya.
Dari pertemuan ini, Jean tahu jika dia tak boleh lagi mengalami kehilangan kedua dari masa lalunya.
Sedang dari dialognya dengan Wolf King, Jean baru tahu jika anaknya tidak mati karena overdosis. Anaknya mati oleh telunjuk si Wolf, yang dikenal gemar menghabisi manusia dengan membuangnya ke samudera. Jean baru menyadari jika selama 22 tahun ini, ia melarikan rasa bersalahnya dengan melayani sang pembunuh. Ia ternyata bertahan hidup dari membangun kesepakatan dengan iblis. Â
Film ini ditutup oleh ledakan sadisme di dalam Artemis. Wolf King digorok lehernya oleh Nice. Sedangkan di luar, anak lelaki bersama pasukannya berhadapan dengan brutalisme Everest. Adapun Sherman dan Jean, keluar dari Artemis dengan meniti jalan masuk yang dulu dilalui Jean. Satu-satunya jalan masuk yang hanya diketahuinya seorang diri dan kini ditempuhnya dengan gemetar.
Selalu lebih sulit keluar (dari ingatan tragik) ketimbang masuk! Opsi yang bertahun-tahun dihindari Jean, kini dihadapinya. Lantas, aksi apa yang dipilihnya sesudah bebas dari "penjara Artemis" yang melarikannya dari kebebasan? Tidak kemana-mana. Jean tetap memilih mengabdikan dirinya merawat warga sipil korban kerusuhan.Â
Seolah perempuan yang mengalami kelahiran kedua. Perempuan yang menemukan dirinya dalam komitmen kemanusiaan yang baru di tengah ledakan kekerasan. Sesudah hidup puluhan tahun dalam ingatan yang tragik.Â
Jodie Foster membuat film ini sebagai pertunjukan kekerasan yang sendu.Â
***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI