Di masa yang sudah sepuh dan tak lagi mengajar disekolah Alkhairaat di Manado, kiai Hasyim Arsjad yang memiliki basis keilmuan fiqih masih tetap setia mengasuh jamaah pengajian tiap minggu yang berlatar belakang ibu-ibu rumah tangga, karyawan toko, pedagang, pegawai negeri, hingga mahasiswa. Saya salah satu dari kumpulan mahasiswa yang sempat belajar kepada beliau.
Semasa hidupnya, kiai Hasyim Arsjad adalah sosok yang selalu menjaga wudlu-nya tidak batal sejak subuh hari. Beliau juga tidak pernah marah dengan suara yang keras dan tinggi. Lebih cenderung berdiam diri.
Pada satu kesempatan,di rumah beliau sedang diadakan tasyakuran. Saat itu, di atas meja, beberapa lauk telah dihidangkan. Kiai Hasyim hanya mengambil nasi dan sayuran serta mempersilahkan murid-muridnya.
Saya kemudian menghampiri beliau dan bertanya.
"Yai, kenapa gak makan ayam?"
 "Saya memang tidak makan daging."
"Kenapa, Yai?"
Saya menduga akan muncul penjelasan tentang laku vegetarianisme dalam ajaran Islam. Tapi jawaban yang muncul..
"Saya tidak tega melihat ayam ketika disembelih. Sama juga ketika melihat ikan yang dibanting dulu sebelum dibersihkan."Â
Saya kira kepribadian yang lembut sebagaimana terpancar dari hidup sehari-hari KH. Hasyim Arsjad adalah salah teladan hidup dari buah dari didikan Guru Tua dan Alkhairaat.Â
Teladan lain yang tidak bisa diabaikan dari sosok Guru Tua, selain pendidik, pedagang, beliau juga memiliki karakter darah pejuang: berperang melawan kolonialisme Belanda.