Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Taktik Manusia Kereta

6 September 2018   21:30 Diperbarui: 16 September 2018   05:17 1936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepanjang tersadar, ia terus saja mengutak-atik rambutnya. seperti menyelidiki ada tidaknya sebangsa kutu di sana. Mungkin juga hanya meluruskan alur rambut yang kusut masai. Sesekali ia membuang pandang keluar jendela kereta yang memantul bayang sendiri. Tanpa melepas jemari dari kepala. 

Memeriksa apa dia disana, Nona? Jangan-jangan. Jangan sampai..

Saya tiba-tiba mencium kemeja hitam saya. Baru tadi sore dilicinkan setrika, dengan bantuan Rapika pula. Kok bisa bau? Celana? Juga baru dipakai walaupun yang itu-itu saja. Rambut? Baru keramas. Rongga mulut? Sudah dua kali digilas Pepsodent. Walau bergaya dukun, saya juga tahu ini kereta untuk pekerja kelas menengah. Berusaha rapi seminimalis mungkin.

Dia kemudian tertidur dengan berlapis penutup. Hape BB-nya di-charger pada satu-satunya colokan listrik di antara kita.

Kita seringkali baru sadar karena muncul situasi yang sebelumnya tak disangka. Baru merasa ada yang kurang fair dalam situasi yang berjalan. Situasi yang menggelisahkan.

Demikian juga saya. Baru gelisah ketika indikator batre di smartphone mulai berubah warna, menguning dari yang hijau. 

Colokan cuma satu dan perempuan itu sudah tertidur. Saya kan perlu menghubungi penjemput di Surabaya atau menelpon panitia di Sumenep. Sudahlah, waktu masih lama, malam belum lagi berpindah dinihari. Selow aja, boy. Saya menenangkan diri. Eh, tapi, bau tadi, berasal dari mana? 

Lupakan, cobalah tidur, batin saya. Dingin ini, sumpah-keterlaluan! 

Di antara dingin, lalu lalang petugas kereta menjaja dagangan. Dari makanan ringan hingga makanan berat. Makin menuju subuh, dingin makin menjadi-jadi. 

Tidakkah dingin yang disengaja ini untuk mengkondisikan lapar? Sengaja demi memuluskan keluarnya uang dari kantong penumpang? Heh, orang di pulau besar ini tak bodoh, mereka membawa makanan dan cemilannya sendiri-sendiri.

Beginilah tubuh yang berada dalam suhu ekstrim mencoba sok kritis terhadap tangan-tangan tak terlihat di balik situasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun