Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"The Motive", Obsesi Sastra Tinggi dan Luka Laki-laki

18 Agustus 2018   09:47 Diperbarui: 18 Agustus 2018   17:24 1565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang lelaki, wakil borjuis dalam selera budaya menempuh jalan "realisme" dengan obsesi melahirkan karya sastra tinggi. Obsesi yang membawanya merayakan dirinya yang ganjil di sana.

Bayangkan saja dirimu sebagai Alvaro!

Alvaro adalah suami yang bekerja pada firma hukum dengan istri seorang novelis. Kalian adalah keluarga kelas menengah yang cukup materi. Amanda, nama istrimu, kemudian meraih penghargaan. Dia disebut-sebut melahirkan karya yang jempolan. Kau turut berbangga dirilah. Sebab pada istri yang sukses di depan cahaya kamera, berdiam lelaki yang menyembunyikan risau. Lho?!  

Belakangan semua itu hancur berantakan. Amanda memenangkan penghargaan atau puja-puji tidak sepenuhnya karena kualitas dalam karya. Ada faktor non-kepengarangan yang bekerja di baliknya: intimitas seksual dengan otoritas penilai karya.

Demi membalas "kekalahannya", kepada istri serta orang-orang yang mengatakan Amanda penulis hebat. Dengan novel yang hanyalah karya picisan. Hanya demi menarik selera khalayak umum, selera massa dan uang mereka! Tapi tidak bagi mereka yang memahami apa itu jenis karya sastra tinggi. 

Sebagai wakil dari borjuasi susastra bersumbu pendek dalam perkara selera tinggi vis-a-vis selera rendah, Alvaro harus membalasnya.

Bagaimana ia membalas perlakukan Amanda? Bagaimana dia melayani luka sebagai laki-laki yang tak memiliki bakat kepengarangan?

Kau harus melihatnya dalam film The Motive.  The Motive atau El Autor (Spanyol) atau The Author adalah film Spanyol yang disutradari Manuel Martn Cuenca. 

Film ini memenangkan Goya Awards atau penghargaan tahunan insan perfilman di Spanyol untuk kategori Best Actor (Javier Gutierrez, pemeran Alvaro) dan Best Supporting Actress (Adelfa Calvo, pemeran nyonya tua pengawas rumah susun) di tahun 2017. Sedangkan Manuel Martin Cuenca masuk sebagai salah satu nominasi sebagai sutradara terbaik. 

Dari kabar berita, The Motive adalah film ketiga dari Martin Cuenca yang tayang di Festival Film Internasional, Toronto. Sebelumnya, sutradara yang lahir 30 November 1964 ini hadir di Toronto dengan film Half of Oscar (2011) dan Cannibal (2013).   

***

Martin Cuenca boleh dikata sebagai sutradara Spanyol yang gemar mengelaborasi sisi ganjil-gelap batin manusia dan bagaimana itu ditampilkan secara manipulatif dalam panggung sehari-hari. Dalam film ini, dia kembali melanjutkan kegemarannya itu.

Di variety.com, dalam wawancara tentang The Motive, Martin katakan jika, dia ingin berbicara mengenai obsesi dan ironi. 

Tentang seseorang "idiot", dengan kesedihan dan kesenangannya, berusaha menyamai asal-usul mereka yang memiliki bakat lewat "pencarian". Ia menemukan kebahagiaan dari pencarian tersebut, sebagai "hasil kolateral". Alvaro sendiri, akhirnya, tidak lagi peduli dengan pengakuan atau penilaian orang lain pada dirinya. Dia hanya (terus) menulis. Selain juga, Alvaro adalah sosok yang egois dan manipulatif.

Saya kira, usaha untuk memfilmkan cerita seperti ini cukup terpenuhi. Plot-nya berjalan cukup baik.

Pada awalnya, kita diajak melihat latar belakag Alvaro sebagai karakter dengan ego terluka yang tak tahu caranya berdamai.  

Dia terhina oleh kel-aku-an Amanda, yang meraih pengakuan bukan karena karya bermutu lagi layak serta dan yang merelakan tubuhnya sebagai "jimat" dari pengakuan yang otoritatif. Dengan kata lain, Alvaro adalah laki-laki yang ingin menyembuhkan luka ini dengan mencapai derajat terhormat dalam produksi karya. 

Ingatlah juga jika Alvaro adalah seorang borjuasi yang reseh dengan selera tinggi dalam sastra. 

Maka untuk membuktikan dirinya, dengan seluruh kelaki-lakiannya yang terluka, dia mengikuti kelas menulis. Memutuskan berpisah dengan istrinya, lahir dan batin. Menjedakan diri dari kantor notaris selama dua bulan. Kemudian menenggelamkan diri dalam proyek penulisan novel di sebuah rumah susun. 

Tidak mudah, jelas. Selain talentless, sindir istrinya, dia terlanjur membebani diri dengan pertentangan selera tinggi dan rendah. Tetapi Alvaro kadung bersumpah, novel bercitarasa tinggi harus dilahirkan. Apapun caranya, sesulit apapun kondisinya. Sekarang atau tidak sama sekali!

Obsesi seperti ini memaksanya terus menulis, memproduksi rancangan naskah serta berkonsultasi dengan si profesor. Profesor yang mengampu kelas menulis memang membantu, dalam beberapa hal memicu perkembangan ide yang lebih kompleks. Dengan syarat konsultasi naskah harus dilakukan di kafe yang lebih representatif. 

Alvaro kini harus membayar lebih. Si Profesor, yang belakangan malah mengagumi Amanda, menyarankan agar Alvaro menulis dengan "metode yang lebih realis" demi mengatasi kemiskinan imajinasinya itu. Seperti apa metode itu diterapkan? 

Ringkas pengarahan metode realisme: Alvaro harus masuk ke dalam dunia sehari-hari, meletakkan seluruh panca inderanya di sana, mendengar, mengamati, dan merekam lantas menuliskan ke dalam proyek novelnya. 

Mulailah Alvaro bekerja dengan metode "pengamatan berperan serta (participant observer)". Yang saya maksudkan adalah Alvaro melibatkan diri dalam peristiwa sehari-hari, merekayasa beberapa situasi emosional, memicu ketegangan, merekam dan menuliskannya. Alvaro adalah aktor yang merekayasa peristiwa sekaligus yang menuliskannya.

Dan para tetangga serumah susun di salah satu sudut kota Sevilla, Spanyol adalah "objek dalam laboratorium sosialnya". 

Perlahan-lahan, ia mulai merancang cara untuk memahami siapa saja tetangganya. Diawali dengan mendekati pengawas rumah susun, seorang nyonya tua pemilik kehidupan ranjang yang dingin serta suami renta yang sibuk dengan dirinya sendiri bertahun-tahun lama. Nyonya tua pengawas rumah susun adalah pintu masuknya. 

Dari sini-tentu sesudah memanipulasi kerentanan psikoseksual si nyonya yang malang-dia mengumpulkan informasi tentang penghuni yang lain. Kemudian menelisik kehidupan mereka satu per satu. 

Ada keluarga imigran asal Meksiko, pasangan Enrique dan Iren,  yang dalam krisis ekonomi serius. Enrique di-PHK. Ada Sr Montero, pensiunan tentara, seorang fasis yang anti-imigran dengan uang pensiunan bulanan yang besar. 

Dari mereka, Alvaro bukan saja menyusun paragraf demi paragraf, merangkai kisah dan mewujudkan ambisinya akan sastra kelas atas. Ia juga memanipulasi peristiwa demi kemunculan ketegangan atau dramatika yang memperkaya isi novelnya.

Misalnya saja, dia merekayasa kabar bohong jika suami keluarga imigran itu sebaiknya tidak perlu mengadu ke pengadilan perihal PHK-nya. Itu hanya buang waktu dan memakan biaya. 

Sementara pendapat hukum temannya yang notaris, gugatan tersebut justru berpotensi menang dan mendatangkan banyak uang. Jelaslah jika Alvaro ini keluarga ini tiba di titik paling kritis dari kemampuan mereka melewati krisis ekonomi rumah tangga yang mulai meluas. 

Yang menarik, sebagai "master mind", Alvaro mampu mengelola diri agar tidak mengeksploitasi kerentanan psikoseksual si Irene, istri dari keluarga imigran itu. Sukses kelola diri yang juga sebuah penolakan atas usulan si profesor untuk menciptakan ketegangan yang cenderung mesum. 

Ketika Irene yang mulai putus asa membawa rencana berpisah kepadanya, dengan lagak seorang bijak, Alvaro katakan, "Kau tidak bisa meninggalkannya dalam kondisi sedang rapuh begini!"

Tentu saja harus begitu. Alvaro harus menjaga koherensi plot yang sudah diimajinasikannya.

Di ujung cerita, Alvaro akhirnya masuk penjara. 

Dia adalah tersangka tunggal dari pembunuhan pensiunan tentara yang fasis itu. Di babuk berupa obeng, ada jejak sidik jarinya. Obeng itu sebelumnya dipinjam Enrique yang sedang mengemas barang-barang untuk berpindah. 

Alvaro sebelumnya memang memberi tahu, bahkan setengah memprovokasi Enrique tentang pensiunan militer kaya yang hidup dari uang pensiun yang besar sementara imigran seperti mereka harus mengalami PHK. Hidup yang sunguh tak adil. 

Mengapa "provokasi ala populisme" ini dia mainkan? 

Sekali lagi, karena Alvaro harus konsisten pada plot yang sudah dibayangkannya. Ia telah menjadikan keluarga imigran ini sebagai medan konflik dalam naskah novelnya dengan dirinya sendiri sebagai tokoh utama. 

Jadi, dia membutuhkan drama pembunuhan sebagai ketegangan yang, barangkali saja, akan menjadikan novel itu memiliki bingkai konflik yang kompleks. Katakanlah semacam penceritaan tentang hidup imigran di sebuah era paska-fasisme di sebuah rumah susun di Sevilla. 

Di dalam penjara, Alvaro memprovokasi kerusuhan kecil antar napi. Sesudah kericuhan itu pecah, ia bergegas ke kamarnya. Duduk di depan laptop yang menyala dan menulis. Wajahnya tersenyum puas. Dan licik.

Obsesi Alvaro belum berhenti.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun