Ketika Irene yang mulai putus asa membawa rencana berpisah kepadanya, dengan lagak seorang bijak, Alvaro katakan, "Kau tidak bisa meninggalkannya dalam kondisi sedang rapuh begini!"
Tentu saja harus begitu. Alvaro harus menjaga koherensi plot yang sudah diimajinasikannya.
Di ujung cerita, Alvaro akhirnya masuk penjara.Â
Dia adalah tersangka tunggal dari pembunuhan pensiunan tentara yang fasis itu. Di babuk berupa obeng, ada jejak sidik jarinya. Obeng itu sebelumnya dipinjam Enrique yang sedang mengemas barang-barang untuk berpindah.Â
Alvaro sebelumnya memang memberi tahu, bahkan setengah memprovokasi Enrique tentang pensiunan militer kaya yang hidup dari uang pensiun yang besar sementara imigran seperti mereka harus mengalami PHK. Hidup yang sunguh tak adil.Â
Mengapa "provokasi ala populisme" ini dia mainkan?Â
Sekali lagi, karena Alvaro harus konsisten pada plot yang sudah dibayangkannya. Ia telah menjadikan keluarga imigran ini sebagai medan konflik dalam naskah novelnya dengan dirinya sendiri sebagai tokoh utama.Â
Jadi, dia membutuhkan drama pembunuhan sebagai ketegangan yang, barangkali saja, akan menjadikan novel itu memiliki bingkai konflik yang kompleks. Katakanlah semacam penceritaan tentang hidup imigran di sebuah era paska-fasisme di sebuah rumah susun di Sevilla.Â
Di dalam penjara, Alvaro memprovokasi kerusuhan kecil antar napi. Sesudah kericuhan itu pecah, ia bergegas ke kamarnya. Duduk di depan laptop yang menyala dan menulis. Wajahnya tersenyum puas. Dan licik.
Obsesi Alvaro belum berhenti.
***