Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kisah "Hostiles", Tragedi Manusia dan Kapasitas Memaafkan

14 April 2018   11:55 Diperbarui: 14 April 2018   15:14 3517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster film Hostiles | Berk Reviews

Dalam pelukisan yang lebih faktual, di era masyarakat yang dituntun oleh kepercayaan pada sains, khususnya dalam penyelidikan masa lalu, kita tahu perkara-perkara dari masa lalu yang dipenuhi tragedi, tidak lekas-lekas bisa dimaafkan. Maksud saya, kebenaran historis yang disampaikan oleh pembuktian sains tidak otomatis membuat segala sesuatu menjadi mudah secara politis. 

Di satu sisi, ini berurusan dengan kemampuan jiwa menampung segala luka, kepedihan dan trauma kedalam kapasitas memberi maaf (terutama sebagai korban). Sedang di sisi lainnya, berkaitan dengan keberaniaan politis dalam menegakkan keadilan untuk semua. Kita berada dalam situasi seperti ini jika bicara soal "Tragedi September 65". 

Lantas, bagaimana kemampuan memaafkan dan rekonsiliasi dimunculkan pada Amerika di kurun waktu 1892, sekurang-kurangnya lewat pelukisan sinematik? 

Ada dua hal boleh disimak dari film ini. Pertama, konteks yang berdiri dari masa lalu dan masa kini, antara perang menuju damai serta perjalanan berbahaya dari New Mexico ke Montana. Kedua, dari hubungan antar tokoh, dari warisan konflik menuju rekonsiliasi dan kerja sama. Mari kita lihat satu per satu.

Hostiles yang naskahnya ditulis sendiri oleh Scott Cooper boleh disebut sebagai kisah yang memberi konteks dari bagaimana kerja sama anak manusia melampaui tragedi, trauma serta dendam yang mengancam masa depan bersama. Lewat film yang berdurasi sekitar 133 menit ini, kita bisa pula melihat bahwa masa depan yang dipertaruhkan bukan akibat perang yang masih saling memangsa. 

Sebaiknya, justru karena perang yang mulai surut, ketika negara hukum mulai ditegakkan, kesetaraan rasial mulai menjadi norma umum dan perjuangan lintas suku, kelahiran bangsa mulai pelan-pelan membayang di cakrawala, ada masa lalu yang belum sepenuhnya dibereskan. Dengan kata lain, transisi sejarah yang seperti ini adalah momen kritis yang menentukan arah masa depan. 

Masa lalu yang belum selesai itu terwakili dalam sosok Joseph Blocker dan Yellow Hawk juga Rosalee Quaid. Dua yang pertama, pernah ingin saling memusnahkan dan kehilangan teman-teman dekat dalam pertempuran; alat-alat hidup dari kekerasan politik. Sedang Rosalee lebih sebagai korban dari warisan pertikaian Blocker dan Hawk. Mereka sejatinya jiwa-jiwa dengan rasa sakit dan penglihatan yang muram terhadap masa depan.

Di saat yang sama, perjalanan yang menghabiskan jarak tempuh sekitar 1000 mile ini adalah pertaruhan atas hidup yang menyusut harapannya. Sebabnya adalah masih eksisnya watak barbar dengan kekerasan sebagai sarana untuk menegaskan eksistensi. Barbarisme ini diwakili oleh rombongan Comanche yang membantai keluarga Rosalee serta seregu pemburu kulit--mengingatkan pada The Revenant(2015) yang diperankan Leonardo di Caprio--yang memperkosa tiga perempuan dalam rombongan.   

Bagaimana mereka mengalahkan trauma dan dendam? Bagaimana "sang Anglo-Saxon" (Kolonialis) dan "sang Indian" (Indigenous) saling memaafkan demi memperjuangkan hidup yang telah susut harapanya?

Di kondisi seperti ini, kita harus melihat serangan sepanjang perjalanan sebagai bentuk sosiologis dari ungkapan "Luka hanya sembuh oleh lembing yang melukainya". Atau kita bisa mengatakan bagaimana tragedi menjadi sarana pembebas manusia dari tragedi sebelumnya. Dalam perjumpaan yang demikian, kualifikasi manusia ditentukan: memilih ke watak subhuman atau melampauinya. 

Blocker, Hawk dan Rosalee memilih untuk melampaui. Bukan karena ketakberdayaan namun di saat mereka berada pada situasi yang memiliki banyak pembenaran menjadi brutal. Salah satunya lewat dialog yang terjadi antara Blocker dan Hawk, sebagaimana tertulis di pembuka catatan ini. Yang lainnya, adalah saat Rosalee dan Blocker berdialog tentang arti kehadiran tuhan di tengah penderitaan yang mereka alami. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun