Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tentang Buku Latihan Tidur

4 November 2017   09:27 Diperbarui: 4 November 2017   09:48 4289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu, Buku Latihan Tidur juga memuat permenungan puitik Jokpin terhadap gejala orang-orang beragama. Puisi-puisi yang menyuarakan kecemasan akan gejala formalisme dan pertunjukan klaim-klaim kebenaran yang mengancam cinta dan kemanusiaan.

Kita bisa menyelaminya dalam Sajak Balsem untuk Gus Mus, Kolom Agama, Pemeluk Agama, Jalan Tuhan, Misal, Pisau, dan Sebuah Cerita untuk Gus Dur yang kali ini terbaca sebagai kritik.

Dalam puisi Pisau misalnya, Jokpin menunjukan ungkap ironi dan gairah keberagaman manusia yang terperangkap fanatisme alias pembengkakan sudut pandang; terjangkiti simptom mutlak-mutlakan:

Ia membungkus pisau dengan nama-Mu.
Ia ingin melukai Kau dengan melukaiku  
(2016)

Secara 'naratif', kondisi itu lebih terlihat jelas dalam bait pertama Sajak Balsem untuk Gus Mus.

Akhir-akhir ini banyak
orang gila baru berkeliaran, Gus.
orang-orang yang hidupnya
terlalu kencang dan serius.
Seperti bocah tua yang fakir cinta.

Dua puisi ini mencerminkan konteks harian yang sudah kita mengerti bersama. Yakni manakala agama dibawa masuk kedalam perseteruan politik. Politik yang membuat kebertuhanan menjadi sederhana dan lantas ikut berkubu-kubu dalam perebutan perkara duniawi yang sementara dan penuh tipu muslihat. 

Dalam politik sedemikian itu, seolah-olah tuhan menciptakan dua kubu dimana salah satu menjadi aliansi, satunya lagi adalah musuh abadi. Puisi Jokpin, bagi saya, adalah peringatan agar terus berhati-hati. Apa yang terjadi di politik Jakarta barulah ujicoba perdana.

***

Buku Latihan Tidur adalah teks Jokpin yang masih menjadi saksi dari kepiawaiannya menyegarkan makna melalui kata-kata atau kata-kata itu sendiri. Selain menyelipkan sudut pandang yang kritis terhadap kondisi tertentu, unsur-unsur yang jenaka, ironik, romantik juga tragik masih tetap menonjol dan, seperti yang sering saya alami, merawat ketakjuban yang setia.

Kumpulan puisi kali ini mungkin semacam teks peralihan sebelum Jokpin menemukan satu bunyi baru yang belum sempat digarapnya ketika membahas telepon genggam, kamar mandi, celana, atau sarung. Jokpin dalam sebuah wawancara pernah mengatakan kehendaknya untuk "hijrah puitik".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun