Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Lelaki yang Melawan Lelakinya

27 Januari 2017   12:31 Diperbarui: 27 Januari 2017   16:11 1538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Woow!”

Kau terus tersenyum. Jimi bahkan berdiri dan bertepuk tangan sambil bilang, “Kau membacanya terbalik dan melampaui yang terlihat mata. Tidak berniat mengganti nama? Sepertinya kau akan menjadi revolusioner yang sudah lama dinantikan lelaki yang sudah sekarat dengan superioritas dirinya sendiri.”

Ini pernyataan menyetujui. Bersepakat. Sebarisan kita sekarang Jim, batinmu.

***

Kau sedang berada dalam lingkaran yang terikat dari rantai pengalaman tersesat dalam kenangan: para lelaki yang lelah dengan tubuhnya.

Kau adalah poros yang bukan saja mendengarkan seluruh kesaksian. Kau juga yang membentur-benturkan tiap cerita lalu menyusun retak yang berserak dari masing-masing. Teknik mereproduksi makna dari tumbukan tiap-tiap kisah lelak-lelaki yang kelelahan di kenangannya.

Pada akhirnya, semua cerita tersesat dalam kenangan itu bermuara pada satu pertanyaan, bagaimana keluar dari padanya? Jika ini sebuah jalan, bagaimana meniti, memastikan tidak tersesat di jalan yang sama, dan menemukan happy ending-nya? Jika ia sebuah kondisi, apakah tanda-tanda yang menunjukkan “sedang hamil tua dan menanti kelahiran jiwa-jiwa baru”?

“Tentu saja, pertama kali, kita harus memberi jarak pada segala cengkeraman luka dari setiap kisah yang merawat ingatan akan kenangan gagal itu. Misalnya kau dibebani dengan mimpi lelaki di puncak karier lantas berakhir sebagai tukang parkir. Atau disesaki ideal sebagai kepala rumah tangga yang berhasil namun justru berakhir sebagai penjaja kenikmatan sesama jenis di remang perempatan malam," refleksimu sembari mengambil napas yang dalam, "Keberjarakan ini adalah jeda diri untuk memeriksa kembali cara kita memaknai mimpi yang ketika gagal dipenuhi, ia menjadi kenangan yang traumatik, bahkan menjadi teroris di bawah sadarmu! Perlu disadari, keberjarakan dari kenangan yang sakit dan menggulung ketakutanmu sejak lama tidak bisa dipenuhi dengan laku menepi dan bersendiri. Keberjarakan mengharuskan untuk berdialog, menuntun kita mengenali pertentangan dan patahan dalam cara memaknai kenangan dari banyak sudut melihat. Pertentangan dan patahan adalah dua hal yang akan menuntun pada pengenalan bentuk-bentuk kontrol yang rapi tersembunyi dari rezim lelaki terhadap lelaki.”

Resep pertama mulus kau sampaikan.

“Kita harus melepaskan diri dari ego superior, yang merasa bebas dari ketergantungan, bebas dari perasaan lemah, bebas dari perasaan butuh. Berani meninggalkan segala macam ukuran kepantasan yang telah tumbuh di kepala dan tindak tanduk sehari-hari yang dengan itu kita mematut diri sebagai ‘lelaki ideal kah saya? dan meneruskannya kepada keturunan kita dengan kecemasan yang sama."

“Harus berani meniti kembali jalan yang telah membawa kita jauh terkurung ketersesatan, seorang diri. Menitinya selayaknya lelaki pendaki yang berjalan menuju puncak, ia akan kembali menuruni punggung atau tebing curam. Ia harus menguasai bagaimana caranya kembali ke titik di mana ia memulai. Ketinggian puncak adalah keluasan cakrawala, mendaki adalah pelaksanaan pilihan-pilihan,” tegasmu menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun