Maka kalau dirangkum napak tilas ini: HL pada tulisan perdana, diundang sebagai pembicara warga di KompasianaTv, dan masuk dalam nominasi Best Fiction tahun kemarin. Jiwa lebay mana yang tak bunggah bangga dan butuh pegangan? Omong kosong kalau mengaku tidak.
Tapi pointnya bukan itu. Insya Allah bukan begitu.
Saya hendak berterimakasih yang tinggi untuk teman-teman K’ers yang mendukung dengan kesetiaan membaca cerita-cerita yang sesungguhnya, behind the scene-nya, masih sering berjibaku dengan inkonsistensi. Ya, inkonsistensi alias ketidakmampuan untuk setia menulis asik dan setia menjadi bermakna. Termasuk setia membaca karya K’ers dengan sungguh-sungguh.
Karena itu juga, yang kini mendesak-desak sebagai pertanyaan di saya adalah apa sebenarnya moment terbaikmu jika “pengakuan-pengakuan positif Admins dan K’ers di atas” justru tidak selalu mudah dihargai dengan konsistensi yang keras hati dalam berkarya dang menghargai karya?
Menjadi Kompasianer, Meniti Jalan Pencaharian
Mari mulai dengan pertanyaan: rupiahkan saja seberapa banyak pulsa data kau habiskan? Hitung saja seberapa banyak kesal yang kau endapkan karena errror berulang? Juga tambahkan saja seberapa dalam gundah geram merana yang menghantammu ketika tulisan hanya lewat begitu saja?
Jumlahkan juga seberapa sepi yang kau derita di depan lapak sunyi karena angkuh diri yang merasa akan tercemar jika terlalu berakrab-akrab komentar? Kalikan saja sesetia apa kau menguatkan diri terus bertahan online karena kangen ketawa-ketiwi sementara kompi harus mati sebab petir sedang menyala-nyala di jendela kamar?
Kau tidak akan bisa menjumlahkannya Coy! Ini semua bukan rumus menghitung penerimaan negara dari Tax Amnesty.
Ini semua adalah semesta pengalaman yang hanya bisa digulati sendiri. Pengalaman yang dalam bahasa Tan Malaka, terbentur, terbentur, terbentur, terbentuk. Ini memang serupa dialektika (diri) yang tidak pernah selesai.
Dalam rangkain inkonsistensi menulis bermutu cum tiga moment dihargai itu, saya tahu bahwa menjadi penulis di blog warga adalah memilih jalan menemukan diri bersama etik berbareng daan berbagi.
Pandu jalan apa yang harus diacu? Pembelajaran dari mana yang pertama kali harus diikuti?