Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Hal Terbaik di 8 Tahun Kompasiana

24 Oktober 2016   11:49 Diperbarui: 24 Oktober 2016   12:08 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Saya mulai dengan menghancurkan kelakuan jaim-jaim sok menjaga standar ini lewat taktik numpang tenar.

Pertama, pada ramai balas-balas fiksi DesoL dan Prof. Pebrianov, saya bikin artikel yang mendukung ramai-ramai itu. Dari aksi pertama ini, saya masih ingat kalau selain dua nama yang berjibaku itu, Mba Mike adalah salah satu yang pertama menyapa saya. Makasih Mba Mike, hehehe.

Kedua, tulisan itu juga, yang hanya lewat dari status pantas dipajang pada laman highlight padahal judulnya sok serius, dikerjakan untuk menanggapi Om Guru Felix Tani.

Saat-saat itu, Om Guru sudah dikenal karena kuliah metlit kualitatif. Om Felix juga menghadirkan gagasan-gagasan Geertz dalam kritik-kritiknya secara lihai sementara saya sendiri pernah memiliki “pengalaman muntah-muntah” dengan antroplog yang membuat fungsionalisme mati gaya.

Betapa cari muka dan kekanakannya: jika mau tenar, kritik mereka yang sudah punya nama. Ini juga akan memberi citra orang berpikir kritis—yang kelihatan buruk sekali sekarang ini di televisi—sehingga menciptakan kekaguman dan rasa segan. #Preet.

Hal menarik lainnya, dalam musim bertarung menghancurkan imej diri gak mutu yang membuat saya kehilangan makna sharing and connecting, saya pernah diundang sebagai pembicara mewakili warga dalam diskusi di KompasianaTV.

Waktu itu saya memang sering sekali membahas Jokowi dan dinamika politik di jagat digitalisme. Entah apa pertimbangannya, saya ditelpon dari Jakarta agar bersiap-siap menjadi pembicara online. Tapi saya tolak, pertama, karena takut salah bicara, kedua, takut menciptakan kebingungan tambahan.

Saya memang tak pernah PeDe dengan artikel politik sebab politik di Indonesia masih susah membedakan diri dari misteri. Saya buka dukun, Sayang. #Preetlagi.

Moment ketiga adalah dipilih Admin sebagai salah satu nominator pada Best Fiction tahun kemarin. Ini juga pencapaian yang bikin lupa daratan.

Entah bagaimana, tim Admin menilai jika fiksi-fiksi saya adalah bentuk karya yang dipermanis dengan ide-ide filsafat. #Gubrak.

Sejujurnya sih saya terluka dengan penyimpulan begini. Filsafat tidak pernah seperti komestika kecuali ia sedang cari muka. Selain itu, saya merasa tidak menulis fiksi. Malah terbalik, saya justru sedang mengungkap kegelisahan diri dan sosial dalam cara memaknai filosofis-sosiologis dengan metode fiksi. (Tuh kan, balik ke pembelaan imej diri lagi. Dih! Jadi sudah benar Admins menilai begitu)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun