Sarung yang memendam dendam sebab kalah oleh selimut bersuara lantang. Ia telah berubah haluan, kini tegas mengambil garis politik bersekutu dengan aktivis, “Sarung yang hidup dalam hari-hari jelata sudah lelah menjadi obyek dari keputusan-keputusan sarung seperti Anda,” tambahnya. Tegas.
Suasana kemudian gaduh. Para sarung terpecah dalam dua aspirasi.
“Sodara-sodara sesama sarung, mohon bisa mengendalikan diri. Mohon bisa tenang sebentar.”
Tambah gaduh. Makin liar. MC tak berdaya.
“Walk Out, Walk Out.”
Sebuah sarung yang lama hidup di negeri asing menambah panas situasi. Ia memprovokasi sarung-sarung akar rumput meninggalkan ruangan musyawarah. Ia mungkin pernah terlibat aksi Occupy World Bank. Kabarnya ia baru tiba pagi tadi dari Brussels, menumpang kapal kargo yang memuat barang bekas import selundupan.
Deadlock membayang sudah.
“Sodara-sodara terkasih, sodara-sodara penerus tradisi, mohon kita tidak terjebak perpecahan yang menuruti ego. Kita bangsa sarung jangan seperti bangsa manusia.”
Tetiba suasana menjadi hening. Serupa api disiram air.
Berdampingan dengan MC yang panik, dua sarung turut menenangkan. Suara mereka teduh. Warna mereka lembut, putih dan hijau. Sepertinya mereka sering bersujud di rumah Tuhan.
“Mari segala perbedaan pandangan kita bicarakan baik-baik. Letakkan kepentingan seluruh sarung di atas gelisah dan ambis ego masing-masing kita.”