"Lhoo, kok hampir?"
"Emon gak romantis. Masa sama bayinya yang dinyanyiin lagu-lagu Iwan Fals Bu?" gerutu Mika. Manja pada ibunya kumat.
Ibunya diam saja. Menyembunyikan senyum.
"Lantas?" tanyanya lagi.
"Dia juga sering telat kalau dipanggil. Aku kan sedang hamil besar Bu. Harus dirawat benar. Kalau keguguran, gimana?"
Ibunya masih terdiam. "Emang kamu mau nyuruh apa?"
"Aku pengen makan batagor pak Mamat. Yang jualan dekat kantor desa itu Bu. Enak banget. Ibu pernah nyoba belum?"
"Iyaa sudah, ibu yang beliin ya. Kamu jagain rumah."
"Jangan Bu, biar Emon aja. Mooon..Mooon," teriak Mika tapi ibunya sudah berlalu.
Sambil tidur malas di ranjangnya, Mika kini membayangkan dirinya melahirkan. Anaknya akan dinamai siapa? Emonika saja. Tak perlu pakai identitas marga. Biar gak patriarki minded, batin Mika mengenang pelajaran kuliahnya.Â
Tiba-tiba bau hangus menyeruak. "Apa yang hangus nih?" gumamnya.