Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Membincangkan Mukidi, Membincangkan "Kemanusiaan" Kita

31 Agustus 2016   10:45 Diperbarui: 31 Agustus 2016   13:38 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Materi-materi dalam Mop tentu saja bervariasi. Ada yang bisa menertawakan kekonyolan. Mengolok-olok sikap romantis. Menyindir kekuasaan. Atau juga "agak cabul". Tapi jangan abaikan kalau ada banyak yang beraroma rasisme. 

Saya contohkan Mop Papua yang mengolok-olok sikap romantis muda-mudi. Ceritanya saya kutip dari sini:

Yakob lamar kekasihnya Mina dengan kata-kata mutiara.

"Sayang tanpa kau, segalanya gelap gulita dan suram, angin melambaikan hujan, lalu munculah mentari, kau seperti pelangi dan mentari yang hangat untuk saya..."

Mina balas: "Yakob sebenarnya kau lamar saya atau kasih laporan cuaca...?"

[Ko makan itu puisi Yakob!--kata-kata ini dari saya]

Jadi Mukidi membuat saya nostalgis.

Hal kedua yang saya catat dari perjumpaan dengan Mukidi adalah Mop atau humor daur ulang gaya pada umumnya, menurut saya, tidak harus melahirkan proses berpikir atau orang menjadi mendapat pelajaran (kebajikan) karenanya. 

Humor hanya perlu membantu kita senyum-senyum sendiri. Entah karena menertawakan masyarakat, menertawakan aparat pemerintahan, menertawakan politisi yang bloon, menertawakan usia senja, atau menertawakan diri sendiri: ternyata saya pernah berbuat seperti di Mop ini!

Karena cerita lucu adalah sebuah cara untuk piknik sejenak dari rutinitas hidup yang menjenuhkan atau peristiwa-peristiwa yang saya sebut sebelumnya di atas. Sebuah cara yang murah meriah untuk sejenak melemaskan otot-otot pikiran yang barangkali sudah terlalu serius atau terbelah ke dalam polarisasi (politik) yang tidak sepenuhnya kita mengerti mengapa sikap terbelah ini harus terus dipertahankan.

Selain itu, dari membincangkan Mukidi, hal ketiga yang juga baik menurut saya: cerita lucu juga menuntun kita untuk terus berakrab diri dengan kita yang manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun